Duniabola99.com – foto cewek piran Zoey berkaki panjang dan mengangkang lebar menampilkan memeknya yang sudah dicukur botak tanpa bulu dan memeperliahat kan toketnya yang gede diatas kursi sofa sambil baring dan berpose hot. Agen Sbobet
Duniabola99.com – foto cewek piran Zoey berkaki panjang dan mengangkang lebar menampilkan memeknya yang sudah dicukur botak tanpa bulu dan memeperliahat kan toketnya yang gede diatas kursi sofa sambil baring dan berpose hot. Agen Sbobet
Duniabola99.com – foto cewek jalan jalan sama pacarnya ketaman yang penuh bunga dan melakukan hubugan seks ngentot yang keras didalam semak semak berlas kain tipis dan bercinta hot dan menembakkan sperma ke atas memeknya yang bulu bulu tipisnya baru dicukur. Agen Sbobet
Duniabola99.com – foto cewek mungil toket gede beropose hot untuk majalah pria dewasa diatas anak tangga diluar rungan memperlihat memeknya yang tercukur rapi.
Duniabola99.com – foto cewek rambut merah Gracie glam menghisap kontol besar milik pacarnya dan dihantam keras memeknya dan menenbakkan sperma yang banyak diatas perutnya.
Duniabola99.com – Sebut saja nama saya Ari. Sdh menikah dan punya 1 orang anak. Saya tinggal diwilayah yg masuk sebagai wilayah Bogor tp saya bekerja di Jakarta. Sebelum saya menceritakan pengalaman-pengalaman yg pernah saya alami, saya minta maaf kalau cara saya bercerita tdk begitu bagus karena saya memang bukan penulis.
ini berawal ketika saya kuliah di Bandung dan jauh dari orangtua. Karena jauh dari orang tua maka saya berpikir inilah kesempatan bagi saya untuk mencoba pengalaman-pengalaman baru terutama tentu saja soal seks. Dari info-info yg saya terima dari teman-teman yg berpengalaman, saya tau banyak hal-hal yg berkaitan dgn sex.
Penyewaan LD porno ( waktu itu belum ada VCD hihihihihihi ), majalah, stensilan, tempat perempuan yg bisa diajak gituan, tempat jual obat kuat, obat tidur, alat kontrasepsi ( kalo ini mah dimana-mana sdh banyak ). Kalo soal gaya dan posisi-posisi sex itu sih belajarnya dari film bokep.
Saya sendiri masih perjaka ting ting saat itu dan sdh sangat ingin melepaskan keperjakaan saya ( hehehe… ). Sayangnya setelah kuliah 1 semester, saya belum dapat pacar jg. Maklum kampus saya adalah kampus teknik ternama yg 90% isinya cowok jadi ya persaingannya ketat.
Saya sendiri bukan termasuk cowok yg beruntung alias gak kebagian cewek sekampus bahkan ya itu tadi tdk punya pacar. Padahal saya udah dapat banyak “ilmu” dari teman-teman saya terutama dari Iwan , teman kosku yg sdh ambil tugas akhir. Dia kuliahnya beda jurusan tp masih sekampus. Saya bahkan sdh diajari olehnya bagaimana cara bisa berhubungan seks dgn pacar kita tanpa memaksanya meski awalnya dia tdk mau.
Ajaran itu tdk ajaib-ajaib amat karena modalnya cuma obat tidur atau obat perangsang tergantung situasinya. Trik yg berbahaya memang tp kagak bisa jg dipraktekin jg ( karena kejombloanku itu ). Namun akhirnya berkat trik itu, aku memang bisa melepaskan kerperjakaanku tp rupanya trik itu menjadi senjata makan tuan.
Berkat trik dari Iwan itu aku berhasil menyetubuhi Dewi, pacar Iwan sendiri, dan sampai kini Iwan tdk mengetahuinya. Itupun bukan aku yg melakukan trik tersebut tp Kamil, anak kost satu lagi teman kita berdua, dan aku cuma kecipratan “getah” enaknya saja.
Ceritanya Iwan itu doyan gonta-ganti pacar dan sepertinya setiap pacarnya pasti pernah dia setubuhi. Di tahun terakhir kuliahnya dia punya pacar serius, namanya Dewi. Dibilang serius karena kata Iwan dgn Dewi inilah dia ingin menikah. Di mata Iwan , Dewi adalah cewek yg sempurna. Kalau dari segi fisik, Dewi memang seksi, cantik, putih dan montok. Buah dadanya lumayan menantang dgn pinggul dan perut yg ramping. Rambut panjang dgn wajah yg menawan.
Dewi sering berkunjung ke kamar kost Iwan . Entah datang sendiri atau datang bersama Iwan . Mungkin Iwan meenjemputnya terlebih dahulu karena Dewi kuliah di universitas yg berbeda. Rasanya setiap kali Dewi datang berkunjung, mereka selalu “main” dalam kamar Iwan . Itu ditandai dari suara rintihan Dewi yg sering terdengar ketika sedang disetubuhi oleh Iwan . Meski setiap kamar kost di rumah itu cukup besar tp tetap saja ada suara yg terdengar ketika mereka sedang bersetubuh.
Malah terkadang ada suara jeritan dari Dewi ketika dia mencapai puncak kenikmatannya. Biasanya setelah itu kegaduhan mereka berakhir dan itu artinya mereka telah selesai atau telah tertidur. Tp jika Iwan hasratnya sedang menggebu-gebu maka dia akan menyetubuhi Dewi terus menerus seperti kuda liar sepanjang siang atau sepanjang malam tergantung waktu kedatangan Dewi. Ini ditandai dgn suara rintihan Dewi yg terjadi berulang-ulang dan terus menerus dari arah kamar Iwan .
Tdk jarang Dewi sampai bermalam di kamar Iwan meski tdk pernah sampai berhari-hari. Demikianlah, Iwan si raja sesat, begitu kami menyebutnya dan kegiatan birahinya dgn Dewi. Kami dua anak kost yg lain hanya bisa maklum dan mencemburui “keberuntungan” Iwan .
Oh ya di rumah itu hanya ada 3 kamar kost yg diisi oleh Iwan , Kamil dan aku. Kamil jg sdh punya pacar tp pacarnya itu sangat alim sehingga menolak melakukan hal-hal yg “aneh-aneh”. Tp Kamil jg sdh tdk perjaka. Dia melakukan seks pertama kali sejak SMA dan di tahun-tahun awal kuliah pun dia punya pacar di kota asalnya Jakarta dimana mereka selalu bercinta setiap kali bertemu.
Hubungan mereka akhirnya kandas setelah pacarnya itu selingkuh dan punya cowok lain. Kamil jg berasal dari kampus yg sama dgn kami dan dia setahun belakangan masuk kuliahnya dari Iwan . Jadi mereka berdua adalah seniorku meski dua-duanya beda jurusan dari aku. Baik Iwan , Dewi dan Kamil ketiganya berasal dari Jakarta.
Hari itu Iwan mengerjakan tugasnya di kampus sampai malam sedang aku dan Kamil asik mengobrol saja di depan kamar masing-masing. Pukul 8 malam, Dewi datang dan menyapa kami. Kamil mengatakan bahwa Iwan masih di kampus dan kemungkinan akan pulang tengah malam. Mendengar itu Dewi mengatakan akan menunggu di kamar Iwan saja. Mungkin Iwan belum memberitahunya sehingga Dewi datang “terlalu cepat”.
Jaman itu komunikasi belum selancar sekarang karena belum jamannya HP maupun pager. Dewi pun masuk ke dalam kamar Iwan dan menunggu pacarnya itu pulang. Dewi memang punya kunci cadangan Iwan sehingga leluasa keluar-masuk kamarnya. Dan itu sering dilakukannya apalagi saat-saat itu ketika Iwan sibuk mengerjakan proyek tugas akhirnya di kampus.
Hal ini sebenarnya tdk dibolehkan oleh ibu kost kami tp ibu kost kami tdk mengetahuinya. Ibu kost sebenarnya melarang kami membawa tamu perempuan tp dia tdk pernah mengontrol kegiatan kami di kamar masing-masing. Ketiga kamar kost kami ada diatas dan memiliki pintu belakang yg tdk bisa dilihat dari arah rumah utama dimana keluarga ibu kost tinggal.
Sejam kemudian, pukul 9 malam, aku dan Kamil masuk kamar masing-masing dan melakukan kegiatannya sendiri-sendiri. Sekitar pukul 10 malam aku turun kebawah maksudnya ingin mengambil air panas untuk membuat susu. Ketika aku di dapur aku mendengar ibu dan bapak kost sedang ada tamu. Aku bisa mendengar percakapan mereka. Dari pembicaraan yg kudengar sepertinya tamu tersebut adalah bapak dan ibunya Iwan . Wah gimana ini, pikirku. Mereka pasti akan naik ke kamar Iwan dan kalau sampai memergoki Dewi didalamnya, bisa gawat urusannya.
Aku tdk jadi mengambil air panas dan segera keatas dan berpikir untuk memberitahu Kamil. Biar dia yg memberitahu Dewi karena dia lebih senior dari aku dan dia yg lebih mengenal Iwan serta Dewi. Aku mengetuk kamar Kamil dan begitu dia membuka pintu aku segera memberitahu situasinya. Dia berpikir sebentar. Kemudian dia bukannya keluar untuk memberitahu Dewi, malah masuk kembali ke kamarnya.
“Tunggu sebentar”, katanya.
“Wah, gimana sih, kok malah masuk lagi”, kataku.
“Sebentar Ri”, katanya lagi dari dalam kamarnya.
Rasanya agak lama jg aku menunggu sampai akhirnya dia keluar sambil nyengir.
“Ngapain bos?”, tanyaku.
“Ah enggak ga apa-apa”, jawabnya.
Kita ke kamar Iwan lalu Kamil pun mengetuknya. Tdk langsung dibuka sehingga Kamil harus mengetuknya lagi. Sementara itu di ujung bawah tangga sdh terdengar suara percakapan. Dari suaranya, aku segera tahu bahwa itu adalah suara bapak-ibunya Iwan dan bapak kost kami. Gawat, ini benar-benar gawat. Aku dan Kamil saling berpandang-pandangan dgn panik.
“Ri, do something, lo kesana cegat mereka!”, kata Kamil.
“Trus ngapain?”, tanyaku kebingungan.
“Ngapain kek, ajak ngobrol kek, yg penting mereka jangan naik dulu. Udah kesono cepetan”, perintahnya.
Maka akupun berlari turun berpura-pura mau mengambil air panas dan dibawah diujung tangga aku bertemu mereka. Aku memang berhasil menahan mereka beberapa saat. Aku beritahu bahwa Iwan masih di kampus mengerjakan tugas sehingga bapak kost terpaksa balik ke depan untuk mengambil kunci cadangan. Sambil menunggu bapak kost, aku bercerita bahwa Iwan sedang sibuk karena tugas akhir yg dikerjakannya.
Setelah bapak kost kembali dgn kunci cadangan, aku tdk bisa menahan mereka lebih lama karena mereka memang ingin segera naik. Aku jg tdk ingin menimbulkan kecurigaan dgn menghalang-halangi mereka naik. Di bawah segera setelah aku mengisi termos kecilku akupun naik kembali ke atas. Di atas aku lihat bapak kost baru saja membuka pintu kamar Iwan dan menyilahkan kedua orang tua Iwan untuk masuk.
“Hufff….sukurlah”, pikirku,
“situasinya sdh terselamatkan. Hampir saja”.
“Eh tp kemana mba Dewi ya?”. Tdk mungkin dia keluar lewat pintu belakang karena aku tdk mendengar suara pintu belakang dibuka. Apalagi pintu belakang sdh digrendel.
Setiap jam 9 malam, pintu belakang pasti di grendel sama orang rumah. Disamping itu dari arah ujung tangga bawah siapapun yg keluar masuk lewat pintu belakang pasti akan terlihat oleh orang tua Iwan dan bapak kost. Jadi kemana mba Dewi ya?. Pintu kamar Iwan telah ditutup dan aku mendengar suara orangtua Iwan yg entah mengomentari apa dalam kamar anak mereka. Aku jg tdk melihat Kamil. Apa mba Dewi ngumpet di kamar Kamil? Yah pasti begitu, pikirku.
Cuma itu kemungkinan yg paling baik dan paling masuk akal. Begitulah analisaku. Aku segera menemukan jawabannya karena Kamil keluar dari kamarnya menemuiku yg masih sibuk mengamati keadaan. Dia merangkulku dan membawaku agak menjauh. Dia berbicara padaku dgn suara pelan nyaris berbisik.
“Ri, lo jangan bilang Iwan ya kalo Dewi kesini malam ini?”, katanya.
“Loh, kenapa?”, tanyaku heran.
“Pokoknya jangan deh”, katanya lagi tersenyum nakal.
“Iya tp kenapa? Emangnya ada apa?”, tanyaku lagi masih tdk mengerti.
“Gini aja deh. Lo jangan bilang Iwan dan gue janji 1 atau 2 jam lagi lo akan dapat kejutan istimewa”.
“Kejutan apaan sih? Gak ngerti ah!”, kataku lagi.
Dalam hati rasanya aku mulai mengerti akan rencana “busuk” Kamil tp aku masih belum yakin. Apakah dia akan…..? Ah tdk, tdk mungkin. Kamil dan Iwan berteman baik, tdk mungkin Kamil sampai tega melakukannya. Tp kalau soal urusan nafsu, siapa yg tahu. Ah sdhlah aku ikuti saja kemauan Kamil dan menunggu perkembangannya.
Kami berdua masuk kamar dan sebelum masuk kamar Kamil mengedipkan matanya padaku. Aku menunggu dgn berdebar-debar dalam kamar. Apakah mereka akan melakukannya? Apakah Dewi mau mengkhianati Iwan ? Semudah itu? Dan bagaimana caranya? Lalu setelah mereka selesai maka benarkah setelah itu giliranku agar aku tutup mulut. Begitukah? Wah…kalau benar begitu maka inilah malam dimana aku kehilangan keperjakaanku. Bagaimana kalau sampai Iwan tahu? Pikiran-pikiran itu memenuhi otakku sambil menunggu dgn harap-harap horny.
Hehehehe… Tdk sampai 1 jam rasanya aku mendengar suara-suara “aneh” dari kamar Kamil. Suaranya seperti suara rintihan yg teredam. Aku mendengar terus dgn seksama. Yak, aku yakin itu suara Dewi dan sepertinya Kamil sdh berhasil menyetubuhinya. Aku mengenal dgn baik suara rintihan Dewi jika sedang disetubuhi oleh Iwan .
Tp kali ini bukan Iwan yg melakukannya tp teman baiknya, Kamil. Dan aku terlibat dalam persekongkolan itu. Ada rasa bersalah terhadap Iwan tp nafsuku lebih menguasaiku. Ini jg sebagai pelajaran bagi Iwan yg suka memamerkan pacarnya sama kami. Lagian kan dia jg yg mengajarkan sama kita bagaimana cara mendapatkan cewek hingga menidurinya. Duh, aku tdk sabar menunggu giliranku.
Sdh 15 menit sejak aku mendengar suara rintihan Dewi dan sepertinya suara rintihan itu sdh hilang. Apakah mereka sdh selesai? Bagaimana kalau mereka tertidur? Wah…bisa-bisa aku gak “kebagian”. Karena mendapat pikiran seperti itu, aku segera bangkit dan keluar kamarku. Aku mengetuk kamar Kamil dgn pelan. Tak lama aku dengar suara Kamil dari dalam kamarnya.
“Siapa?”, tanyanya pelan.
“Gue, Ari”, jawabku jg dgn pelan.
Dia membuka pintunya sedikit dan aku lihat wajahnya yg meski agak memerah tp tersenyum sumringah.
“Udah gak sabaran lu ye?”, katanya sambil membuka pintu lebar menyilahkan aku masuk.
Ternyata Kamil bertelanjang bulat dan tdk mengenakan apapun di tubuhnya. Badannya penuh keringat dan penisnya masih basah yg meski sdh agak melemas tp masih terlihat tegang. Namun yg paling menarik perhatianku adalah pemandangan yg tersaji di atas ranjang Kamil. Seorang mahluk cantik yg sangat seksi bertelanjang bulat dgn tubuh putihnya nan indah penuh dgn keringat yg memantulkan cahaya kamar sehingga memperlihatkan erotisme yg luar biasa.
Tubuh indah itu pasti mengundang birahi setiap lelaki normal yg memandangnya. Dewi tersenyum agak malu melihatku. Dia merubah posisinya yg tadinya telentang lalu kemudian melipat kakinya menutup memeknya. Dia jg berusaha menutup payudaranya dgn tangannya. Aku masih terdiam dan melongo. Beberapa kali aku menelan ludah menyaksikan keindahan tubuhnya. Tingkahku itu mungkin membuat Dewi menjadi grogi.
“Hey…kenapa bengong? Baru pertama lihat cewek telanjang ya?”, katanya lagi sambil cekikikan.
Kamil kemudian mendorongku,
“Udah situ…ambil jatah lo, itu adik lo udah bangun tuh”. Kamil dan Dewi tertawa menyaksikan tonjolan dalam celana pendekku.
Penisku memang sdh berdiri sejak tadi dan membuat celana pendekku terlihat menonjol. Aku memang tdk mengenakan celana dalam dan hanya mengenakan celana pendek beserta kaos oblong. Kamil kemudian duduk di kursi dalam kamarnya. Akupun duduk di ranjang Kamil tdk tahu harus bagaimana. Dewi kemudian bangkit dari tempat tidur.
“Sebentar ya, aku ke kamar mandi dulu. Sperma Kamil banyak banget nih”, katanya.
Sewaktu Dewi bangkit dan berjalan ke kamar mandi memang dari dalam memek Dewi mengalir turun ke pahanya yg putih mulus itu cairan putih kental. Memek Dewi terlihat agak melebar dgn warna kemerahan. Kamil hanya tertawa kecil saja melihat hasil perbuatannya. Sewaktu Dewi di kamar mandi, Kamil memberi tanda acungan jempol padaku. Entah apa maksudnya.
“Buka dong baju lo semua”, kata Kamil kemudian.
Akupun menelanjangi diriku. Aku tdk perduli lagi disitu ada Kamil. Begitu aku menarik turun celanaku, penisku melenting keatas. Hal itu dilihat oleh Dewi yg sedang melap memeknya. Dia tertawa,
“Duh…udah langsung gede gitu ya?”, katanya.
Dgn tubuh indahnya yg telanjang, Dewi mendekat kearahku. Saking tingginya hasratku, lututku sampai gemetar dan aku seperti menggigil kedinginan. Dewi kemudian mengambil lotion ditasnya dan membalurkannya ke penisku yg sdh sangat keras. Rasanya nikmat penisku di gosok dgn tangan lentik Dewi yg cantik itu.
“Mil…gemukan ini dari punya lo”, ujarnya sambil menatap Kamil. Kamil hanya tersenyum.
“Gitu ya?”, jawab Kamil.
“Kamu baring deh,” kata Dewi kemudian.
Akupun baring di ranjang dan Dewi kemudian mengambil posisi untuk memasukkan memeknya ke dalam penisku. Detik detik kehilangan keperjakaanku aku saksikan dgn seksama dan dalam kenikmatan yg senikmat-nikmatnya. Hehehehe…. Pelan-pelan dia menurunkan pantatnya yg montok itu dan memeknya pelan-pelan menelan penisku yg sdh berdiri dgn kerasnya. Aku melihat bagaimana bibir memek Dewi membuka dan seolah menghisap penisku masuk ke dalamnya. Expressi Dewi jg mengagumkan. Dia menggigit bibir bawahnya dan terlihat mengeden seperti orang sedang buang air besar. Tubuhnya sampai gemetar ketika melewati bagian tergemuk dari penisku.
“Ehhhhgggg….duh gemuk amat sih nih burung”, katanya sambil mendesah.
Setelah memeknya menelan habis penisku, dia berhenti sejenak mengambil nafas.
“Kamu udah gak perjaka sekarang”, katanya menggodaku.
“Iya mba, makasih ya”, jawabku sambil mencium bibirnya.
Dia pun mulai menggoyang pantatnya naik turun. Uuuuuggghhhh….nikmat benarrr.. Jadi ini yg disebut kenikmatan seks. Jauh lebih enak dari masturbasi. Pantesan banyak orang yg ketagihan. Apalagi Dewi sangat piawai menggoyang pantatnya. Kadang di maju mundurin. Kadang diputer kaya nguleg sambel. Tentu saja tanpa melupakan gerakan naik turunnya yg erotis itu. Payudaranya ikut berayun mengikuti irama goyangannya. Secara insting, aku pun mencoba menghisap dan merangsangnya di payudaranya. Ternyata Dewi sangat suka. Goyangannya kini ditambah dgn erangannya yg sangat merangsang itu. Rintihan Dewi yg selama ini aku dengar sayup-sayup saja, kini aku dengar dgn sangat jelas di telingaku.
“Gimana rasanya?”,tanya Dewi disela-sela goyangannya.
“Enak mba…enak banget”, jawabku.
“Kalau mau keluar bilang ya sayang”, katanya tersenyum.
Uh cantik benar dia. Cantiknya beda dari biasanya. Cantik erotis. Aku sdh tdk perduli lagi dia pacar temanku. Aku jg tdk perduli ada Kamil disitu. Aku melirik sesaat ke arah Kamil. Aku lihat dia menggosok-gosok penisnya yg sdh membesar lagi. Mungkin karena belum pengalaman atau karena goyangan Dewi yg maut, aku sdh sangat kesulitan menahan muntahan spermaku. Baru 5 menit aku digoyang, aku sdh tdk kuat lagi.
“Mba….aku….mau…ke…lu…arr…”. Dewi segera menghentikan goyangannya dan mencabut memeknya dari penisku.
Aku agak kecewa jg karena rasa nikmatnya terputus tp ternyata Dewi ingin menelan spermaku. Dia mengocok penisku dan menadahkan mulutnya dihadapan penisku. Karena sdh tdk tahan, akupun memuncratkan spermaku. Banyak sekali yg keluar. Dewi langsung mewadahi muntahan spermaku itu dgn mulutnya. Dia kemudian menelan sperma sebanyak itu yg ada dimulutnya. Saking banyaknya sampai ada beberapa yg mengalir keluar dari mulutnya.
“Sperma perjaka biar awet muda”, katanya sambil tersenyum.
Aku terbaring lemas setelah gelombang kenikmatan akibat muncratnya spermaku tuntas. Dewi masih dalam posisi setengah menungging di hadapanku sambil memegangi penisku yg mulai melemas ketika Kamil bangkit dari kursinya dan mendekati kami. Dia berkata,
“Dewi, kamu masih belum tuntas kan?”, tanyanya sambil memegangi penisnya yg ternyata sdh menegang kembali. “Huu..kamu tuh ya”, hanya itu komentar Dewi sambil tersenyum melihat penis Kamil yg menghadap kearahnya.
Kamil pun mengambil posisi di belakang Dewi dan Dewi yg sdh tahu apa yg akan terjadi tetap mempertahankan posisi setengah menunggingnya. Kamil kemudian mengangkat pantat Dewi agak tinggi dan menariknya kebelakang dgn agak kasar.
“Hey…pelan-pelan dong” ujar Dewi setengah protes sambil tertawa.
Namun tawa Dewi segera berhenti dan berubah menjadi
“Owwww….”, ketika Kamil menjebloskan penisnya ke dalam lubang kenikmatan miliknya.
Kamil pun segera memompa tubuh indah Dewi dan merekapun mulai mengayuh kembali kenikmatan ragawi bersama. Aku yg berada di hadapan mereka melihat dgn jelas bagaimana ekspresi keduanya. Dewi dgn mulut terbuka, alis agak berkerut dan tubuh yg terayun-ayun mengikuti pompaan Kamil. Mulutnya mengeluarkan rintihan nikmat,
“ah…ah…ah….”. Melihat pemandangan seperti itu, akupun jadi terangsang lagi dan penisku yg tadinya sdh lemas pelan-pelan mulai menegang kembali.
Akupun bangkit dan mengangsurkan penisku ke mulut Dewi yg segera disambar oleh si cantik itu. Kini kedua lubang atas bawahnya telah terisi. Dibawah memeknya digenjot oleh ****** Kamil dan diatas mulutnya disumpal oleh penisku.
Penisku dikulum dan disedot oleh mulut mungil Dewi yg tdk henti-hentinya mendesah karena dientot oleh Kamil. Karena entotan Kamil itu, Dewi jadi tdk konsentrasi dalam menghisap milikku. Terkadang dia menggantinya dgn kocokan tangan. Malah semakin lama ketika entotan Kamil semakin kencang, Dewi hanya memegangi penisku tanpa diapa-apakan.
Karena posisi penisku yg begitu dekat dgn wajahnya maka penisku itu hanya menggesek-gesek pipinya saja. Karena nampaknya Dewi kesulitan menangani dua ****** sekaligus maka akupun mengalah. Aku turun dari ranjang dan duduk di kursi yg tadi diduduki oleh Kamil. Akupun menyaksikan persetubuhan mereka yg semakin membara.
Entah berapa lama, mungkin sekitar 10 menitan, mereka sepertinya akan mencapai puncak kenikmatan bersama. Genjotan Kamil semakin cepat sementara rintihan Dewi jg semakin sering dan keras terdengar. Sampai akhirnya Kamil dgn suara agak tersengal berkata,
”Ran…gue…udah….mo…nyampe…”. Mendengar itu Dewi memutar-mutar pantatnya cepat sekali mengejar kenikmatan yg ingin diperolehnya bersama.
Sampai akhirnya dalam suatu hentakan yg keras Kamil membenamkan penisnya sedalam-dalamnya didalam memek Dewi. “Aaahh….”, teriak mereka hampir berbarengan.
Tubuh Dewi bergetar hebat dan wajahnya menengadah dgn mata terpejam dan alis berkerut. Mulutnya terbuka lebar sambil memekik
“Aahh…Aaaahh…” berkali-kali. Pantatnya didorong-dorongkan kebelakang seolah ingin menelan habis seluruh ****** Kamil yg masih tersisa.
Mereka mendapakan puncak kenikmatan berbarengan dan hal itu berlangsung hampir selama 15 detik. Setelah itu mereka pun ambruk bertindihan. Kamil mencabut penisnya lalu kemudian berbaring telentang disamping Dewi yg masih tengkurap. Mereka berdua nampak tersengal-sengal dan berusaha mengambil nafas sebanyak-banyaknya. Dewi kemudian memutar badannya baring menelentang.
Mereka berdua nampak kelelahan karena tak lama kemudian mereka tertidur. Aku yg masih merasa nanggung lalu bangkit mendekati ranjang dgn maksud untuk menuntaskan hasratku dalam memek Dewi. Aku tdk perduli dgn Dewi yg masih kelelahan. Aku naik keatas ranjang dan menempatkan penisku dihadapan memek Dewi yg masih tertidur. Dari dalam memek itu mengalir cairan putih yg meski tdk sebanyak tadi tp masih cukup jelas terlihat.
Aku tdk tahu apakah Dewi memang telah tidur atau berpura-pura saja karena ketika aku melap memeknya dgn baju Kamil yg ada diatas lantai, dia tdk bereaksi. Setelah aku yakin memek Dewi sdh cukup kering, pelan-pelan akupun menusukkan penisku ke dalamnya. Ternyata dia tdk tidur karena meskipun matanya tertutup tp dia menggigit bibirnya. Akupun mengecup bibir itu ketika penisku telah terbenam seluruhnya. Dia membuka matanya sambil berpura-pura merajuk,
“Kamu tuh masukin barang tanpa minta izin”, katanya.
“Habis masih penasaran sih mbak”, ujarku sambil menciuminya dgn gemas.
Dia membalas ciumanku dan kita pun berciuman cukup lama sampai akhirnya dia melepaskannya dan berkata sambil tersenyum,
“Digoyang dong”. Akupun mulai menaik-turunkan pantatku dgn irama yg lambat.
Dewi ini memang luar biasa, karena setelah bersetubuh berkali-kali pun, dia masih bisa mengimbangi gerakanku. Dia menjepitkan kakinya dipinggangku sambil menggoyang-goyangkan pantatnya. Awalnya aku mengayuh dgn pelan dan tenang namun seiring dgn bertambahnya rasa nikmat di penisku akupun meningkatkan tempo kayuhan pantatku. Nikmat yg tak mampu dilukiskan dgn kata-kata dirasakan penisku.
Nikmat itu menjalar ke seluruh tubuhku yg membuat aku semakin cepat mengayuh kenikmatan diatas tubuh Dewi pacar teman kostku itu. Aku semakin cepat menggenjotnya dan Dewi pun semakin erotis dalam menggoyang pantatnya. Goyangan yg membuat penisku terasa dipilin dan diperas. Untungnya aku masih bisa menahan deraan kenikmatan yg ditimbulkan oleh jepitan memek Dewi sehingga tdk sampai muncrat terlebih dahulu seperti tadi.
Kali ini aku bertekad untuk mengeluarkan spermaku dalam memek Dewi agar proses kehilangan keperjakaanku menjadi lengkap. Demikianlah, pacuan kenikmatan yg ditimbulkan oleh maju-mundurnya penisku dan goyang “dangdut” pantat Dewi berlangsung cukup lama. Kami tdk perduli lagi dgn Kamil yg telah tertidur disamping kami dan orangtua Iwan di kamar sebelah. Dewi mulai lagi mengeluarkan rintihan-rintihan birahinya.
Sampai akhirnya dia memegangi kedua bongkah pantatku dan mengatur gerakan pantatku agar penisku menggosok daerah tertentu dalam memeknya. Daerah yg agak kasar dan menonjol dalam memeknya namun menimbulkan efek yg lebih nikmat bagi kepala penisku. Hal itu semakin menyulitkan aku dalam menahan desakan di ujung penisku. Karena merasa akan segera keluar, aku mempercepat sodokanku dan ternyata hal itu mempercepat Dewi untuk mencapai puncak kenikmatannya. Sodokan-sodokan cepat yg aku lakukan membuat rintihan Dewi semakin keras pertanda semakin dekatnya dia dgn puncak kenikmatannya. Akhirnya saat itu tiba. Dgn satu teriakan keras,
”Aaaah….”, tubuhnya mengejang dan memelukku erat. Dia mencengkeram pantatku dan menempelkan dgn ketat tubuhnya ke tubuhku. Kakinya menjepit pinggangku dgn kuat.
Aku merasakan memeknya berkedut dgn kuat dan membanjiri penisku. Kedutan memek Dewi itu membuat penisku serasa diremas-remas dan benar-benar membuatku tak mampu menahan muntahan di penisku. Akhirnya penisku memuncratkan isinya bersamaan dgn remasan memek Dewi terhadap penisku. Penisku yg sedang menumpahkan isinya itu ditambah dgn kedutan kuat memek Dewi yg menjepitnya menjadi nikmat ganda yg baru pertama kali aku alami dalam hidupku.
Nikmatnya bukan alang kepalang. Rasanya aku dilempar ke sebuah tempat yg dalam tak bertepi. Pandangan mataku gelap dan tiap kali deraan kenikmatan itu datang rasanya aku seperti melihat titik cahaya dalam kegelapan itu. Benar-benar sebuah kenikmatan yg luar biasa. Rangkaian kenikmatan demi kenikmatan yg melanda diriku yg diakhiri dgn muncratnya spermaku di dalam memek Dewi menyempurnakan hilangnya keperjakaanku malam itu. Akhirnya aku ambruk dalam pelukan Dewi. Aku mencium bibirnya dgn mesra dan sayang.
“Makasih mba”, ungkapku jujur padanya.
Dia hanya tersenyum dan balas menciumku. Sebenarnya aku jg harus berterimakasih pada Kamil yg telah mengatur semua ini. Tp dia telah tertidur disamping kami dan sdh tdk perduli lagi pada aktivitas kita. Aku mencabut penisku dan menggelosoh turun dari tubuh Dewi. Spermaku tumpah keluar dari dalam memeknya dan lumayan banyak mengalir melalui rekahan pantatnya. Aku berbaring disampingnya dgn tubuh lunglai. Jam telah menunjukkan pukul 12.30. Itu artinya sdh sejam lebih aku dikamar Kamil. Kami sama-sama terdiam dan Dewi tak lama kemudian tertidur. Aku sendiri masih berbaring dalam keheningan mengingat-ngingat kembali malam yg luar biasa ini.
Meski ukuran ranjang Kamil cukup besar tp tak urung terasa sempit jg. Apalagi ventilasi di kamar Kamil tdk sebaik di kamarku karena terletak ditengah antara kamarku dan kamar Iwan sehingga jumlah jendela lebih sedikit dari kamarku. Untungnya udara malam Bandung membuat kami tdk terlalu kegerahan. Maklum hanya ada kipas angin yg menemani kami. Aku yg tdk bisa tidur akhirnya memutuskan untuk balik ke kamarku. Sewaktu bangkit untuk mengenakan baju aku terangsang melihat Dewi yg tertidur dalam ketelanjangannya. Aku berpikir untuk mengajak Dewi ke kamarku. Siapa tahu saja aku bisa menyetubuhinya lagi. Aku tdk jadi mengenakan bajuku dan dgn tetap bertelanjang aku bangunkan Dewi.
“Mba….mba…mba”, kataku berusaha membangunkannya sambil menjawil-jawil pipinya. Dia akhirnya terbangun.
“Dikamarku aja yu mba. “, kataku ketika dia terjaga.
Dia menggeliat sehingga membusungkan dadanya yg membuat nafsuku bangkit kembali. Pelan-pelan penisku membesar kembali.
“Emang kenapa Ri? “, tanya Dewi malas.
“Disini panas dibandingkan kamarku. Lagian mas Iwan sering ke kamar ini. Dia kan akrab sama mas Kamil. Kalau ntar atau besok, mas Iwan pulang terus ngetuk kamar ini, gimana?”, ujarku memberiku alasan. Alasan yg tdk dibuat-buat dan memang masuk akal kok.
“Gitu ya, Ri?” ujar Dewi setengah khawatir. Dia bangkit.
“Ya udah deh ke kamar kamu aja. Tp aku jangan diapa-apain lagi ya”, pintanya.
“Iya yuk…”, jawabku sekenanya.
Dalam hati aku tdk menjamin akan memenuhi permintaannya. Untungnya dia tdk melihat penisku yg sdh
tegak karena aku menutupinya dgn kaos oblong dan celana pendekku yg kupegang dgn tangan. Sepatu hak tinggi miliknya yg terletak di dekat pintu pun diangkatnya.
Dia mengambil tasnya dan memungut bra, kaos oblong, dan celana dalam miliknya yg tergeletak dilantai. Dia ingin mengenakannya.
“Duh…mba, gak usah. Disebelah aja biar cepet.”, kataku melarang.
“Kamu tuh kaya Kamil aja. Satu perguruan sih ya?”, jawabnya sambil tersenyum.
Aku agak bingung jg dgn kata-katanya.
“Ya udah deh yuk. Gak ada orang kan diluar?”, lanjutnya.
“Gak ada.”, jawabku sambil mengintip keluar.
“Udah kan? Itu aja? Jeansnya mana?”, tanyaku heran melihatnya memegangi semua baju dan tasnya tp tanpa jeansnya.
Seingatku tadi dia datang ke rumah ini mengenakan jeans. Lucu sekaligus merangsang deh melihat Dewi dalam keadaan seperti itu. Dia menggantung tasnya di bahu tp bertelanjang dan hanya memegangi baju-bajunya.
“Gak sempat dikeluarin dari kamar Iwan . Keburu ortu Iwan datang. Tp sama Kamil sdh diumpetin dalam dos pembungkus tape recordernya punya Iwan yg ada dibawah tempat tidurnya. Duh…harus segera diselamatkan tuh kalau enggak bisa kacau nanti.”, jawabnya.
“Oh iya…besok begitu Iwan pergi kita langsung keluarin tuh. Lagian tanpa itu gak bisa pulang kan?”, jawabku.
Aku mulai bisa menebak bagaimana awalnya tadi hingga akhirnya Dewi bisa kami setubuhi malam itu.
Aku pun membuka pintu dan setengah berlari ke kamarku disebelah yg tdk terlalu jauh. Dewi segera mengikutiku jg dgn setengah berlari. Sampai di kamarku, dia melihat sekeliling dalam kamarku sambil terlihat hendak mengenakan bajunya. Namun segera kucegah. Aku menarik tubuhnya kearahku dan mendekapnya.
“Ri…kamu mau ap…”, dia tdk bisa menyelesaikan kata-katanya karena aku mencium bibirnya erat.
Awalnya dia diam saja namun akhirnya membalas mesra ciumanku. Aku menarik lepas baju-baju, tas dan sepatu yg dipegangnya. Kami pun berciuman bertelanjang bulat sambil berpelukan erat. Dewi pasti tahu bahwa aku menginginkannya lagi dari penisku yg sdh tegak dan menunjuk perutnya.
Aku kemudian mematikan lampu kamar agar kalaupun ada yg mengintip tdk akan bisa melihat kegiatan kami. Itupun dgn tirai jendela yg masih tertutup sehingga tak akan mungkin orang luar untuk melihat keadaan di dalam. Kami hanya mengandalkan lampu luar lewat jendela atas untuk penglihatan. Selesai berciuman, aku berjongkok menjilati memeknya sambil tanganku meremas-remas payudaranya. Dewi nampak sangat menikmatinya. Dia berpegangan ke dinding kamar untuk menygga tubuhnya yg sedang kenikmatan. Akhirnya setelah sama-sama terangsang kami pun mulai mengambil posisi untuk bercinta kembali. Dewi aku minta menunggingdi kursi kamarku dan wajahnya ke arah tirai jendela.
Singkat kata, kami pun bercinta dalam posisi doggy style. Tangan Dewi berpegangan pada sandaran kursi ataupun pegangan tangan kursi. Sementara pantatnya bergerak maju-mundur berlawanan arah dgn gerakan maju-mundur penisku dalam memeknya. Kadang diputar-putarnya membuat penisku terasa diremas-remas namun nikmatnya benar-benar menggetarkan. Dewi pun sangat menikmatinya terdengar dari suaranya yg terus saja merintih-rintih nikmat.
Selagi kami bercinta dalam posisi itu, tiba-tiba kami mendengar gerbang belakang rumah di buka. Tdk lama gerbang itu ditutup kembali dan terdengar langkah orang menaiki tangga. Tdk salah lagi Iwan sdh pulang dan demi mendengar pacarnya pulang Dewi menghentikan gerakannya. Tubuhnya terasa tegang dan dia diam dalam gelap. Aku yg sedang berada dalam kenikmatan tdk memperdulikannya dan terus saja memompa memek pacar Iwan tersebut.
“Ri…berhenti dulu dong, nanti kedengaran Iwan ”, katanya berbisik.
“Enggak mungkin mba…asal kita gak bersuara, gak akan kedengaran”, jawabku berbisik pula tanpa menghentikan gerakan maju-mundurku.
Aku mendengar suara Iwan duduk di kursi tempat aku dan Kamil mengobrol tadi. Dia pasti mau melepas sepatunya sebelum masuk ke kamar. Itu kebiasaan kami semua yg kost disini. Tiba-tiba timbul pikiran iseng dan nekatku. Tirai yg menutup jendelaku aku tarik kesamping sehingga kami bisa melihat apa yg dilakukan Iwan .
“Ari…ngapain kamu?”, Dewi terpekik tertahan.
“Biar kelihatan mas Iwan lagi ngapain mba, jadi kita bisa jaga-jagakalau dia mendekat ke kamar ini, ” jawabku sekenanya untuk menenangkannya. Untuk sementara aku menghentikan pompaan penisku.
“Iya tp …” ,Dewi berusaha untuk protes namun segera aku bungkam dgn mulutku. Kami pun berciuman mesra kembali.
“Kamu tuh ya, nekat dan nakal,” ujar Dewi setelah aku melepaskan ciumanku.
Dari cahaya yg berasal dari luar jendela, aku melihat senyum manis Dewi diwajahnya yg cantik ketika dia mengatakan itu.
Tiba-tiba aku menghentakkan kembali penisku ke dalam memeknya.
“Owww…uhhhh…kamu tuh….ah….”, reaksi Dewi ketika aku melakukan itu. Dia tdk beDewi merintih keras karena di depan kamar pacarnya masih sedang duduk dikursi.
“Jangan dulu dong Ri, nanti …”, kata Dewi sambil berusaha memegang pinggangku.
Tp aku tdk perduli. Aku pun terus saja memompanya. Dewi sdh tdk berdaya dalam situasi seperti itu. Malah akhirnya dia membalas goyanganku dan menikmatinya kembali meski pacarnya masih ada di dekat situ. Kami bercinta sambil mengamati kegiatan Iwan yg sedang membuka sepatu dan jaketnya. Dalam jarak kurang dari 3 meter, Iwan tdk menyadari bahwa Dewi pacarnya sedang asyik memadu kenikmatan ragawi sambil menikmati ****** lelaki lain yg masih merupakan sahabatnya.
Entah apa yg ada dalam pikiran Iwan karena setelah selesai membuka sepatunya pun dia masih duduk-duduk di kursi itu. Dia seperti sedang memandang ke arah kami. Tp sebenarnya tdk demikian karena kursi yg didudukinya memang mengarah ke kamarku.
“Dia kaya ngeliatin kita ya mba…”, kataku di sela-sela persetubuhan kami.
“I…yaa…”, jawab Dewi cuek diantara desahannya.
“Kalau dia ternyata emang ngeliatin gimana?”, godaku.
“Udah…ah… rewel… ******* ya ******* aja..”, jawab Dewi berpura-pura kesal.
Sementara kami berdua sdh semakin mendekati puncak kenikmatan kami. Gerakan maju-mundur pantatku semakin cepat sementara putaran pantat Dewi jg semakin intensif.
“Mba…aku… udah… ham….pirr…”
“Bareng Ri…bareng… aku…jg…hampir…”
Kami berpacu lebih hebat lagi membuat kursi kamar agak berderik. Kami tdk perduli dgn bunyi itu dan dgn Iwan yg masih duduk di depan kamarku. Dan akhirnya setelah tdk mampu menahan kenikmatan yg terus mengumpul di ujung penisku, dgn satu hentakan keras, aku menumpahkan berliter-liter lahar panas di dalam liang kenikmatan Dewi.
Aku menekan erat pantatku dan menanamkan penisku sedalam-dalamnya di tubuh Dewi. Pada saat bersamaan, Dewi menarik wajahku dan menciumku erat sekali.
“Mmmmmmmmm……..”, dia memekik tertahan karena mulutnya tersumpal mulutku.
Dia jg sdh sangat dekat dgn orgasmenya. Badannya bergetar menandakan gelombang orgasmenya mulai datang. Dia melepaskan ciumannya sambil berteriak pelan “Aaaahh” dan menghentakkan pantatnya ke belakang membuat memeknya menelan lebih jauh penisku. Dia orgasme lagi. Kami mencapai puncak secara hampir bersamaan. Badai kenikmatan yg luar biasa kembali kami arungi.
Kalau tdk karena ada pacarnya di luar kamarku tentu Dewi sdh kembali memekik bebas karena orgasmenya tersebut. Namun dia hanya menahan suaranya dan kemudian menggigit bantalan sandaran kursiku yg empuk. Badan kami berdua bergetar oleh nikmatnya puncak persetubuhan kami. Penisku yg terus menerus berkedut sambil memuntahkan isinya sedang dijepit oleh memek Dewi yg menghisap kuat penisku. Untuk yg kesekian kalinya aku merasakan kenikmatan seks yg luar biasa malam itu. Jiwaku serasa dibawa terbang melayg karena kenikmatan yg kualami itu.
Dan ketika akhirnya kenikmatan itu berakhir aku seolah dihempas kembali ke bumi dalam keadaan letih namun sangat damai. Aku tdk menyadari kapan Iwan masuk kamarnya tp dia sdh tdk ada di depan kamarku. Sementara itu Dewi sdh tertunduk lemas di sandaran kursiku dan tdk bersuara apapun lagi. Dia jg pasti telah sangat lelah setelah berkali-kali orgasme malam ini dgn 2 orang pria.
Aku mencabut penisku dan cairan spermaku tumpah keluar dari dalam memeknya. Cukup banyak hingga mengalir di pahanya. Aku ambruk diatas karpet sementara Dewi masih dalam posisi menunggingnya dgn kepala yg bersandar diatas sandaran kursiku. Tak lama diapun bangkit dan pindah ke ranjangku. Dia berbaring di ranjangku tanpa berkata apa-apa lagi. Aku yg masih terbaring lemas diatas karpet jg hanya terdiam.
Mungkin karena saking letihnya tdk begitu lama aku mendengar dengkuran lembut cewek itu. Aku pun menyusul pindah ke atas ranjangku bergabung dengannya. Sebelum tidur aku mencium lembut bibirnya dan berbisik pelan
“Makasih ya mba. Malam ini luar biasa banget”. Sepertinya dia masih mendengarku karena dia berkata “mmm” sebagai respon kata-kataku. Akupun berbaring disampingnya dan tak menunggu lama akupun ikut tertidur.
Paginya aku terbangun sekitar pukul 8. Begitu aku membuka mata, aku melihat wajah cantiknya yg sangat alami yg masih tertidur disampingku. Dgn rambut awut-awutannya malah semakin menambah kecantikan alaminya. Posisiku sendiri sedang memeluknya. Aku merasakan penisku yg sdh terbangun kembali menempel ditubuhnya entah di bagian mana dari tubuh Dewi tp mungkin dipahanya. Aku benar-benar beruntung bisa mendapatkan cewek secantik dan seseksi ini. Apalagi dgn permainan seksnya yg luar biasa benar-benar cewek yg ideal sebagai pelepas keperjakaanku. Hehehehehe…
Aku tdk ingat kapan menutup tubuh kami tp yg jelas tubuh kami berdua tertutup selimut. Mungkin mba Dewi yg melakukannya karena biasanya suhu akan sangat dingin menjelang subuh. Aku membuka selimutku dan bangkit menuju kamar mandi. Sempat tersingkap tubuh indahnya yg membuat aku bernafsu untuk mengentotnya lagi, apalagi penisku memang sedang mengacung tegak. Tp melihat keadaannya yg tertidur pulas dan damai, aku jadi tdk tega. Aku pun meneruskan melangkah ke kamar mandi lalu bersih-bersih disitu.
Cukup lama aku di kamar mandi dan setelah selesai akupun balik ke tempat tidur lagi untuk bermalas-malasan. Siapa tau bisa mengentot Dewi lagi, pikirku. Ternyata dia telah bangun tp masih berbaring dibawah selimutnya. Dia seperti sedang bengong memikirkan sesuatu tp dia tersenyum melihat penisku yg sdh berdiri lagi.
“Pagi mba…”, kataku sambil mencium bibir mungilnya.
“Mba sekali lagi makasih ya buat malamnya yg luar biasa”, kataku kembali.
“Iya…..”, jawabnya tersenyum, “tp ini kenapa nih?”, tanyanya kemudian sambil menunjuk penisku.
“Ooh…ini? Biasa deh kalo pagi dia suka duluan bangun. Apalagi kan dia tau dia belum dapat jatah pagi”, jawabku sambil menggoda Dewi.
“Huuuu….. maunya!”, jawab Dewi sambil memonyongkan bibirnya.
Melihat itu aku segera menyergap bibirnya dan bergerak menindihnya. Aku bermaksud untuk menyetubuhinya lagi tp segera ditahan oleh Dewi.
“Ri..ri…ntar dulu Ri, ambilin jeansku dulu dong di tempat Iwan .”, katanya.
“Aku musti segera pulang takutnya dia ke tempat kostku nanti.”, lanjutnya kemudian.
Akupun mengurungkan niatku dan ikut memikirkan kata-kata Dewi.
“Dia masih dikamarnya nggak ya?”, kataku setengah bertanya.
“Nah itu dia aku gak tau. Aku enggak denger suara apa-apa diluar jg disebelah di kamarnya Kamil.”, jawab Dewi kebingungan.
“Oke gini deh aku keluar dulu liat situasi. Kalau ada kesempatan aku masuk ke kamar Iwan terus ambil jeans mba. Mba punya kuncinya kan?”
“Ada ditasku. Untung semalam sempat aku bawa keluar, kalau enggak wah kacau..”.
Akupun bangkit dan mencari tasnya. Setelah aku temukan, aku mencari kunci itu dan segera aku menemukan kunci kamar Iwan didalamnya.
“Oke mba aku keluar deh liat situasi tp….”, aku sengaja menghentikan kata-kataku.
“Tp apa?”, kata Dewi penasaran.
Aku tdk menjawab tp hanya tersenyum menggodanya. Sepertinya dia sdh menangkap maksudku terlihat dari tatapan matanya yg berpindah ke penisku yg sedang mengacung tegak.
“Duuuhh… nanti aja dong”, katanya membujukku.
“Mba…gak enak kan mba kalau dilihat orang ada bagian yg menggelembung.”, kataku memberi alasan sekenanya.
“Ini dulu dong dikecilin..”, kataku kemudian sambil menunjuk penisku.
“Ih… kamu tuh!! Dasar perjaka!! Sini…”, ujar Dewi berpura-pura marah.
Aku pun mendekatinya. Dia pun bangkit duduk sehingga selimutnya terlepas dan memperlihatkan keindahan tubuhnya.
“Di oral aja ya. Aku masih cape dan memekku agak perih nih dijeblosin dua ****** semaleman…”, katanya lagi sambil memegang penisku ketika aku sdh berada di hadapannya.
“Ya udah gapapa.”, jawabku meski sebenarnya aku lebih suka jika penisku di masukkan ke dalam memeknya.
“Tp nanti kalau udah ketemu jeans mba, aku mau ini ya?”, lanjutku sambil memegang memeknya.
“Iya gampang…”, katanya sambil mulai menghisap penisku.
Diapun mulai mengoralku. Namun karena tdk senikmat memek maka aku sulit untuk ejakulasi. Dewi yg sdh tdk sabaran akhirnya memintaku memasukkan saja penisku ke memeknya. Sebelumnya aku diminta membasahi memeknya terlebih dahulu agar penisku mudah masuknya. Akhirnya pagi itu akupun ejakulasi kembali di dalam memeknya.
Singkat kata aku berhasil “menyelamatkan” jeans Dewi dr kamar Iwan dgn bantuan Kamil yg mengajaknya keluar. Dewi pun bisa pulang ke kost-annya dan Iwan sama sekali tdk mengetahui pengalaman hebat pacarnya itu. Sebelum pulang Dewi masih sempat menghadiahi aku dgn sebuah persetubuhan yg indah di kamar mandi dalam kamarku. Orangtua Iwan sendiri pulang keesokan malamnya setelah tanpa sengaja “membantu” kami mendapatkan Dewi.
Sampai lulus kuliah dan menjelang menikah pun Dewi masih sering “bermain” dgn aku dan Kamil. Kadang bertiga tp lebih sering berduaan saja. Capek kata Dewi kalau harus meladeni kami berdua sekaligus. Sewaktu belum lulus hampir semuanya dilakukan di kost-an kami. Biasanya pada saat dia main ke tempat Iwan , kita memanfaatkan waktu tersebut untuk mencuri-curi kesempatan ******* apalagi kalau Iwan sedang tdk ada di kamarnya. Wah sdh kaya piala bergilir deh dia. “Beli satu dapat tiga”, kalau kata Dewi.
Di akhir semester itu sewaktu libur panjang, Iwan mendapatkan kesempatan kerja praktek di Balongan sedang Kamil ikut acara kampus di luar negeri. Dewi bolak-balik ke kost-an Iwan untuk mengerjakan TA-nya dan TA Iwan . Aku yg mustinya pulang liburan membatalkan rencana tersebut dan memutuskan “menemani” Dewi selama Iwan dan Kamil tdk ada. Jadilah aku dan Dewi menikmati “bulan madu” selama dua minggu di kost-an. Kita entot-entotan tanpa henti selama 2 minggu tersebut kecuali Sabtu sore dan Minggu ketika Iwan datang. Benar-benar pengalaman indah dan erotis yg tak terlupakan.
Beberapa kali Dewi hamil, entah oleh Iwan , Kamil, maupun aku, namun Iwan selalu bisa menyelesaikan masalah itu dan dia tdk tahu kalau bibit itu tdk selalu dari dia. Menurut pengakuan Dewi padaku, lelaki yg pernah berhubungan badan dengannya adalah pacarnya waktu tahun kedua yaitu kakak kelasnya ( lelaki yg mendapatkan keperawanannya ), kami bertiga, adik ibu kostnya, atasannya, pacar bulenya ( yg kemudian menikahinya ) dan pernah dgn salah satu dosen di kampusnya. Dosen itu tdk mau meluluskannya karena nilai ujiannya yg buruk namun akhirnya meluluskannya setelah merasakan nikmatnya memek Dewi.
Dewi sendiri akhirnya tdk jadi menikah dgn Iwan dan menikah dgn seorang bule Australia. Kini dia tinggal disana dan terakhir kabarnya mereka akhirnya punya anak 1 setelah lama menikah. Iwan sendiri menikah dgn seorang cewek Jakarta yg dikenalkan oleh tantenya. Sedang Kamil menikah dgn adik kelas Dewi. Bagaimana dgn aku? Hmmm… Penting gak sih untuk diberitahu?
Duniabola99.com – foto cewek cantik toket padat bulat gede Li moon bugil disatadio membuka semua pakaian adalamnya untuk berpose dan mengankang menampilkan memeknya yang tembem dan tanpa bulu habis dicukur.
Duniabola99.com – Jarum jam di tangan SisKa menunjukkan pukul 11.00 malam, saat ia membuka gerbang kosan yang telah ditutup sejak 2 jam yang lalu. Ia berjalan kelelahan setelah seharian mengerjakan tugas kelompok bersama 3 temannya. Santi adalah mahasiswi Ilmu Komunikasi di salah satu PTN di wilayah Bandung. Saat ini ia tengah menempuh semester 6. Santi termasuk mahasiswi yang rajin dengan IPK di atas 3,5. Tetapi lain halnya untuk urusan asmara. Santi merogoh tas mencari kunci kamar kosannya. Saat itu penjaga kosan bernama Pak Damar menyapanya.
“Neng Santi. Baru pulang malam-malam begini?”
“Eh, Pak Damar.”, Ujar Santi dengan sedikit terkejut sambil menoleh,
“Iya, Pak. Habis ngerjain tugas di kostan teman.”
Pak Damar tidak lagi menjawab, Ia hanya menganggung sambil berjalan menuju pos jaga. Akhirnya Santi berhasil menemukan kunci di dalam tasnya. Ketika Ia membuka pintu, kamarnya terlihat gelap gulita, Ia baru teringat lampu kamar mati sejak pagi tadi sebelum Ia pergi.
“Pak Damar!” teriak Santi.
“Iya, Neng.” jawab Pak Damar.
Santi berjalan mendekat.
“Pak, bisa minta tolong? Lampu kamar saya mati, tadi lupa beli.”
“Oh, bisa Neng. Warung di depan masih buka. Sini saya belikan.”
Santi mengeluarkan selembar uang 20rb.
“Beli yang bagus ya Pak. Kembaliannya ambil saja.”
“Sip, Neng.”, Ujar Pak Damar sambil mengambil uang dan berjalan pergi.
“Oia, Pak. Tolong sekalian dipasang ya Pak. Langit-langitnya tinggi. Saya mau mandi, nanti langsung masuk saja. Pintunya ga dikunci.”
Pak Damar mengangguk sambil terus berjalan.
Pak Damar berusia sekitar 50 tahun. Pipinya yang tirus membuatnya terlihat tua. Selain menjadi penjaga kosan, Ia juga bertani di sawah belakang kosan. Itu sebabnya warna kulitnya terlihat sangat gelap kecoklatan. Santi memasuki kamar, menutup pintu, dan mulai membuka pakaiannya satu persatu. Ia membuka kaos dan jins yang dipakainya sejak pagi hari. Melemparkannya ke tumpukan pakaian kotor.
Dengan BH dan celana dalam Santi berjalan ke kamar mandi kemudian menyalakan keran air. Pintu kamar mandi ditutup. Santi melepas BH dan celana dalam, meletakkannya di ember yang khusus disediakan untuk pakaian dalam. Ia mulai mengguyurkan air dari ujung kepala. Segar sekali rasanya ketika tetesan-tetesan air membasuh rambut, wajah, leher, pundak, dan payudaranya. Beberapa tetesan kecil menyentuh puting Santi yang berwarna merah muda. Ia kembali mengguyur tubuhnya, kali ini air membasuh perut, paha, dan bongkahan pantat Santi yang begitu mulus berwarna putih bersih.
Sedikit tetesan air dengan genitnya menjalar ke selangkangan Santi, menyapu kulit vagina yang tembam, merangsek ke sela-sela vagina seperti sebuah lidah yang ingin menjilat klitoris. Santi mulai membersihkan tubuhnya dengan sabun cair. Dioleskan sabun cair di dada dan payudaranya. Ia menggosok perlahan sambil mengelus-elus payudaranya. Tiba-tiba darahnya mengalir lebih cepat. Ada gelombang nafsu yang mulai menguak dari dalam diri Santi. Tidak biasanya Ia menjadi nafsu karena sentuhan tangannya sendiri, mungkin karena sudah 1 bulan lebih tidak ada yang merambah tubuh indahnya. Elusan tangan kanan ke payudaranya mulai berubah menjadi remasan, sementara tangan kirinya bergerak menyentuh vagina yang sudah tidak sabar ingin dimanja.
“Mmpphhhh…” desah Santi keluar dari mulutnya.
Sudah lebih dari 1 bulan yang lalu Santi putus dengan Jaka. Laki-laki kedua yang pernah bersetubuh dengannya. Santi mengakui bahwa Jaka lebih pintar dalam urusan sex ketimbang pacar pertamanya. Dan itu yang membuat Santi selalu ingin bersama Jaka, hingga suatu hari Santi mengetahui ternyata jaka berselingkuh. Mengingat kejadian perselingkuhan Jaka, seketika itu emosi Santi muncul. Nafsu yang melanda sebelumnya hilang begitu saja. Santi bersegera menyelesaikan mandinya. Ia membasuh sabun-sabun di tubuhnya.
Saat ingin mengeringkan tubuh dengan handuk, ia baru tersadar handuknya tidak ada. Ia biasa melakukan hal seperti ini – tidak membawa handuk ke kamar mandi. Santi membuka pintu kamar mandi. Dengan sangat terkejut, ia melihat sosok seorang pria tua, berwajah tirus, berkulit coklat tua, sedang duduk di ranjang sambil melihat tubuhnya yang tanpa busana. Tubuh Santi kaku tak bergerak akibat syok, wajahnya memerah karena malu.
Sementara Pak Damar masih terus menatap Santi. Tubuh Santi yang masih basah terlihat kemilau akibat pantulan cahaya. Payudaranya membusung, meneteskan air tepat dari puting merah mudanya. Dari vaginanya yang seolah mengintip Pak Damar terlihat mengucurkan air sisa pembersihan tubuh Santi. Santi berusaha menguasai kembali tubuhnya. Setelah kesadarannya pulih, dengan cepat Santi kembali masuk ke kamar mandi. Menutup rapat pintu kamar mandinya.
“Ma… maaf Pak. Saya lupa handuknya. Bisa tolong ambilkan di meja?” minta Santi dengan suara gemetar. Klek.. Santi seperti mendengar suara pintu terkunci. Suaranya begitu samar hingga ia tidak yakin betul.
“Ini, Neng.” Ujar Pak Damar dari balik pintu kamar mandi.
Santi membuka sedikit celah kamar mandi, menjulurkan tangannya mengambil handuk dari tangan Pak Damar. Ia segera mengeringkan tubuhnya.
Santi keluar berbalut handuk – yang sialnya adalah handuk kecil. Handuk yang ia kenakan tidak mampu melilit seluruh tubuhnya. Ujung handuk ia pegang dengan tangan kiri, sementara sedikit celah memperlihatkan pinggul dan pahanya. Dada Santi pun tidak tertutup dengan baik, belahan indah payudara dan sedikit tepian puting berwarna merah muda mencuat begitu menggoda. Handuk bagian bawah hanya menutupi sekitar 5 cm ke bawah dari vagina Santi. Santi berjalan perlahan, mata Pak Damar tidak sedetik pun lepas dari tubuh Santi.
“Ee.. Neng, itu lampunya sudah saya pasang.” Ujar Pak Damar sambil berdiri memecah kebisuan.
“Iya, pakk..” jawab Santi pelan, “Maaf Pak, saya mau pakai baju.” Lanjut Santi, berharap Pak Damar sadar untuk meninggalkan kamarnya.
“Oh, iya Neng. Tapi saya boleh pinjam kamar mandi? Mau buang air kecil.” Pinta Pak Damar.
“Bukannya di luar ada pak yang biasa dipakai.” sergah Santi sedikit kesal.
“Kebelet Neng. Sebentar kok.” Dengan cepat Pak Damar masuk kamar mandi tanpa menunggu persetujuan Santi.
Santi mendengar kucuran air seni Pak Damar begitu deras. Segera ia mananggalkan handuk menggantinya dengan daster favoritnya.
Tak lama Pak Damar keluar. Berjalan menghampiri Santi.
“Neng Santi, ada yang bisa dibantu lagi?” Tanya Pak Damar. Sekarang ia telah berdiri tepat di depan Santi. Belum sempat Santi menjawab pertanyaan tersebut, Pak Damar mengelus rambut Santi.
“Bapakkk…” ujar Santi sambil berjalan mundur menghindari tangan kasar Pak Damar.
Pak Damar terus mendekati Santi, sementara Santi terus mundur menghindar hingga tubuhnya terbentur tembok. Pak Damar merapatkan tubuhnya ke Santi yang sudah terpojok.
“Pak, jangan pak.” Lirih Santi. Sementara tangan Pak Damar kembali mengelus rambut Santi yang wangi itu.
“Tenang aja neng. Itu neng Sasha juga lagi asik sama pacarnya. Kita jangan kalah dong.” Kata Pak Damar dengan tenang penuh keyakinan.
“Pak, tolong pak. Jangan. Saya teriak kalau bapak bagini terus.” Papar Santi penuh ketegaran di tengah posisinya yang tidak baik itu.
“Neng mau teriak? Lalu orang-orang datang. Saya diusir. Tapi besoknya saya ke sini sama temen-temen lho. Khusus buat Neng Santi.” Ancam Pak Damar penuh kemenangan.
Santi terteguh mendengar ancaman itu. Membayangkan dirinya dikroyok orang-orang sekelas Pak Damar. Mengerikan. Santi bukan termasuk wanita hipersex. Ketika ketakutan melanda pikiran Santi, Pak Damar melanjutkan kata-katanya.
“Sudah lah neng. Biasanya juga sama pacarnya kan. Kalau tidak salah udah lebih dari 1 bulan ga diservis ya neng? Sini sama bapak aja.” Pak Damar terus meraba Santi, kali ini lengannya menjadi sasaran.
Bulu kuduk Santi merinding ketika kulit putih mulusnya bersentuhan dengan tangan Pak Damar. Ditambah lagi kata-kata Pak Damar tentang aktivitas sexnya benar-benar membuat Santi malu. Wajahnya merah padam.
“Pak sudah pak. Jangan pak. Tolong.” Dengan wajah nanar Santi memohon.
Pak Damar menekan tubuh Santi ke bawah. “Isepin kontol bapak ya neng.” pinta Pak Damar.
Dalam posisi berjongkok, Santi kebingungan harus bagaimana. Tentu ia pernah menghisap penis tetapi bukan dalam keterpaksaan seperti ini.
“Ayo neng. Turunin dulu celana bapak. Trus isep. Ga perlu saya kasarin kan supaya neng mau. Ato ga harus saya panggil temen-temen saya kan.” Pak Damar kembali mengancam dengan sikap begitu tenang.
Santi mulai menurunkan celana pendek Pak Damar. Tangannya gemetar, keringat dingin mengucur dari pori-pori kulitnya. Santi terus menarik hingga kaki Pak Damar, ia menatap celana yang telah terlepas tanpa melirik ke atas.
“Ayo neng, liat ke atas dong.” perintah Pak Damar sambil tertawa pelan.
Santi mengangkat wajahnya. Terkejut melihat sebuah penis yang sudah keras tidak lagi ditutupi celana dalam mengacung tepat mengarah ke wajahnya.
“Baa… pak ga pake celana dalam?” pertanyaan polos keluar dari mulut Santi.
“Itu ada di kamar mandi. Sama baju dalam kamu yang lain.” Jawab Pak Damar sambil terkekeh.
Pak Damar memajukan penisnya. Kepala penisnya menyentuh bibir Santi yang manis.
“Dibuka neng bibirnya.” Pinta Pak Damar.
Santi membuka mulutnya dengan penuh keraguan. Penis Pak Damar mulai masuk dengan perlahan ke mulutnya. Pak Damar mulai menggoyang-goyangkan penisnya menyodok mulut Santi, dengan kedua tangannya yang menggenggam kepala Santi. Sementara itu kedua tangan Santi memegang kaki Pak Damar sambil berusaha melepaskan diri. Mphhh….. mpphhhh… penolakan Santi hanya terdengar seperti lenguhan.
“Ahhh…. Achhh… bibirnya enak banget neng. Ahhh.. terus neng.” Rancau Pak Damar sambil terus menggoyangkan pantatnya.
Berselang 2 menit kemudian. Pak Damar berhenti mengocok penisnya, tetapi ia membiarkan penis hitamnya tetap di dalam mulut Santi. Nafas Santi mulai terengah-engah.
“Neng, lidahnya mainin dong di dalam.” pinta Pak Damar,
“Achh… iyaaahhh.. gitu neng… pinter bangettt.. achhhh….”
Lidah Santi bergoyang-goyang mengelus-elus penis di dalam mulutnya dengan lembut. Kepala penis Pak Damar selalu tersentuh lidah Santi. Sesekali ada hisapan yang Santi lakukan. Pak Damar semakir merancau menikmati penisnya dalam mulut Santi.
“Sudah Neng Santi. Saya ga kuat sama lidah neng. Ahhh….” Pak Damar mengangkat tubuh Santi.
“Pacar neng untung banget dapetin neng. Cantik, mulus, jago ngisep kontol.” Pak Damar mulai kembali mengelus lengan Santi yang tidak tertutupi.
“Pak sudah pa. haahhh… jangan dilanjutkan pak.” Keluh Santi dengan wajah memelas meminta menyudahi permainan Pak Damar dengan nafas terengah-engah.
Pak Damar menyibakkan rambut Santi ke belakang, lehernya yang jenjang terbuka lebar. Dengan sigap Pak Damar mulai mencium lembut dan menjilat leher Santi. Sementara tangannya meraba perut Santi.
“Mpphhhh… pak, sudaahh.. ahh.. mpphhh..” Gejolak nafsu mulai melanda Santi, namun ia tetap berusaha menahannya sekuat tenaga.
Pak Damar membalikkan tubuh Santi, ia menyibak rambut yang menutupi leher dan tungkuk. Pak Damar kembali menciumi sambil menjilat bagian sensitif Santi tersebut.
“ahhh… pak hentikannn.. mmppphhhh.”
Pak Damar mendekatkan bibirnya ke kuping Santi.
“Neng Santi ini seksi sekali. Tadi saya intip dari etalase waktu neng mandi. Enak ya neng ngeremes tetek sendiri. Saya bantu ya sekarang.” Bisik lebut Pak Damar ke telinga Santi.
Mendengar bisikan itu Santi seperti kehilangan harapan. Dilihat tanpa busana, ketahuan ML, dan sekarang ia tahu Pak Damar melihat saat ia akan masturbasi.
“Saya remes ya neng teteknya.” Jemari Pak Damar merambat menuju 2 payudara Santi. Saat jemari menyentuh payudara. “Lho, ga pake BH, neng?!” Tanya Pak Damar dengan sedikit terkejut. “Jangan-jangan?!” dengan cepat tangannya menyibak daster membuka bongkahan pantat Santi. “Wah, si Neng bisa aja. Bilang ga mau tapi udah siap-siap gini.” Ledek Pak Damar.
“Kan, mau tidur pak.” Ujar Santi membela diri dengan percuma sambil membalikan wajah sementara jarinya tergigit di mulutnya.
Pak Damar sibuk meremas pantat, sementara tangan kirinya meremas payudara Santi. Posisi berdiri Santi yang sedikit menungging semakin membuat seksi tubuhnya.
“Paakkkk…”,
“Iya neng Santi”,
“Sudah ya mpphhh.. pakkk..”,
“Yakin neng?” jemari Pak Damar menyentuh bibir vigina Santi.
“Achhh… paa..”. tangan Pak Damar menjulur ke wajah Santi, memperlihatkan jemarinya yang tadi menyentuh bibir vagina Santi.
“Neng Santi, ko basah ya?” canda Pak Damar. Santi menatap Pak Damar sambil tersenyum malu. “Bapak jahat ih.” suara manja terlontar dari mulut Santi yang sebelumnya diisi penis Pak Damar.
Tangan Pak Damar kembali mengelus pinggul Santi. Sambil menciumi leher, Pak Damar berbisik,
“Neng Santi, mau dilanjutin ga ni?”,
“Mmmpphhh.. lanjutin apa pakkk?”,
“ngentot”,
“ih, acchhh.. bapakkk..”
tangan Pak Damar mulai meremas payudara Santi.
“Iya pakkk.. lanjutinnnn paak.. aahhh..”
“Pakkk.. aku mau ciuman yah.” Pak Damar mendekatkan wajah.
“Mmpphhh.. pak, kontolnya aku pegang yah.. aku suka banget sama kontol bapak.” Bujuk Santi.
Pak Damar dan Santi mulai saling berciuman. Lidah mereka saling melipat, bergesekan dengan lembut. Meningkatkan birahi keduanya. Mmpphhh…. Mmpphhhh…
“Pak gendong aku ke kasur ya.”
Pak Damar langsung mengangkat Santi, merebahkannya ke atas kasur. Santi menapat Pak Damar.
“Pak, aku malu. Kayak cewe murahan.”,
“Ngga ko neng. Nikmatin aja.”, Pak Damar kembali melibas bibir Santi.
Mmpphhhh… desah Santi yang mulai tidak ditahan lagi. “Pak Damar. Mmphhh.. telanjangi aku. Mphh..”
Pak Damar mulai mengangkat daster Santi. Vagina Santi yang tembam ditutupi rambut-rambut tipis tercukur rapih. Pak Damar tak henti menatap tubuh Santi yang terbuka perlahan, memperlihatkan keindahannya. Santi mengangkat tangannya. Membiarkan daster favoritnya terlepas dari tubuh yang sekarang tidak tertutupi sehelai kain pun. Payudara Santi yang tidak terlalu besar membusung dengan puting menegang, seakan meminta dijamah. Pak Damar memulai kembali dengan menciumi dan menjilati leher Santi. Lenguhan terlepas dari mulut Santi. Darah mendesir lebih cepat.
Pak Damar menurunkan ciumannya ke payudara Santi. Menjilat turun di sisi payudara, berputar mengelilingi payudara Santi.
“eeuhhh.. pak, aku nafsu bangettt…” rancu Santi memohon Pak Damar meningkatkan agresivitas.
Pak Damar menjilat kecil puting Santi yang sudah sangat keras. Ia memberi kecupan kecil.
“Neng Santi, putingnya keras banget.” Ujar Pak Damar sambil menatap Santi yang sedang memejamkan mata.
“mmpphhh.. iya pak. Emut puting aku pakkk.. remesss…” pinta Santi.
Pak Damar mengemut puting Santi sambil memainkan lidahnya, sementara tangan kanannya merepas payudara Santi yang lain.
“aahhh… eemmmppp… enaakkk pakk..” Santi meremas rambut Pak Damar, menekan kepala Pak Damar ke payudaranya.
“uughhh… pakk, mau ngentottt. Mauu kontolll.. aahhh..” rancu Santi tak terkendali.
Ia melepas cengkraman dari kepala Pak Damar. Pak Damar mengangkat tubuhnya melepaskan mulutnya dari puting Santi. Ia mendekatkan diri ke wajah Santi. Penisnya yang keras mengacung tepat di wajah Santi.
“Tadi neng ga mau, bukan?” pancing Pak Damar.
Santi mendekatkan hidungnya ke ujung penis Pak Damar. Menyentuh tepat di lubang kecil penis Pak Damar. Ia menghirup perlahan aroma penis yang khas sambil memejamkan mata. Ujung hidungnya merambat ke pangkal penis, pipi Santi pun menempel ke batang penis Pak Damar.
“Sekarang aku mau pak. Sampe masuk kontol bapak ke memek aku juga aku mau.” Nafas Santi mulai memelan, “aku emut lagi ya pak.”
Pak Damar merubah posisinya, ia menyandarkan punggungnya ke tembok dengan posisi terduduk. Santi menundukkan wajahnya mendekati penis dengan posisi menungging di atas kasur. Jari jemarinya yang manis mulai menyentuh lembut kulit penis Pak Damar. Digenggamnya penis dengan satu tangan. Santi mulai menggerak-gerakkan tangannya ke atas-bawah.
“aacc..chhh… eehhh.. aahhh nenggg…”
“Enak ya pakk..” ucap Santi sambil menatap genit ke arah Pak Damar.
“eemmmhhhh…” Santi menjulurkan lidahnya menjilat ujung kepala penis yang semakin mengeras.
Tak lama jilatannya berubah menjadi emutan dan hisapan di kepala penis dengan tangannya yang masih terus mengocok.
Pak Damar terus mendesah semakin keras. Lidahnya bermain-main di dalam mulutnya, mengelus-elus kepala penis. Tiba-tiba Pak Damar bergetar kuat.
“aachhhhh….” Sebuah erangan panjang keluar dari mulutnya, cairan sperma meleleh dari dalam penis.
“mmpphhhh..” Santi masih mengocok penis dengan tangan kanannya, mulutnya masih diisi kepala penis Pak Damar menanti tetesan terakhir sperma.
Ia melepaskan penis dari mulutnya, mengangkat kepalanya menghadap Pak Damar dengan wajah penuh senyum.
“Liatin sperma bapak dong, neng.” Pinta Pak Damar. Sinta membuka mulutnya, menjulurkan lidahnya yang dipenuhi cairan berwarna putih susu.
Santi kembali menutup mulutnya. Tidak segera menelan sperma, ia justru memainkan sperma itu di dalam mulutnya. Menikmati aroma dan rasa sekaligus sensasi tersebut. Glek… sperma Pak Damar menuju perut Santi. Santi menyeringai dengan wajah penuh kegembiraan. Ia mendekat ke Pak Damar, melupat bibir penjaga kosannya.
“Seneng banget sih, neng?” Tanya Pak Damar sambil mengelus payudara yang tidak tertutupi apapun.
“Sperma bapak enak.” Ucap Santi dengan sedikit malu-malu sambil merebahkan tubuhnya di atas dada Pak Damar.
“Istirahat dulu ya neng. Nanti lanjutin.”
“Lanjutin apa pak?” Tanya Santi sambil melihat Pak Damar.
Tidak langsung menjawab, Pak Damar menggerakkan tangannya. Menyentuh bibir vagina Santi, kemudian menyelusupkan jari tengahnya ke sela bibir vagina. “lanjutin ini. Ngeringin memek kamu. Nih, basah.”
“ahhhh… mpphhhh…” eluh Santi sambil menggigit bibir bawahnya,
“ga ah, pak. Malu aku ngentot sama penjaga kosan.” Ucap Santi sambil memejamkan matanya, menikmati sentuhan lembut di vaginanya.
“Supaya neng mau harus gimana?” Tanya Pak Damar.
Perlahan paha Santi menjepit tangan Pak Damar, sementara tangannya mencengkram pergelangan tangan Pak Damar. Tubuhnya tidak ingin jejari Pak Damar lepas dari vaginanya.
“Katanya tadi ga mau dilanjutin.” Protes Pak Damar.
“Aku binal ya pak?” Tanya Santi dengan wajah sayu.
“Neng Santi itu bispak. Bisa bapak entot kapan aja bapak mau.”
“aahhhh.. bapak jahat.. mmpphhh.. masukin jarinya pakk…”
“Lanjutin nanti ya neng. Istirahat dulu.”
“Bapak bilang yang mesum-mesum dulu dong.” Pinta Santi.
“Memek Neng Santi mau dijilatin nanti?” Santi mengangguk, “Dimasukin kontol bapak? Kita ngentot.”
“Mau banget, pak” jawab Santi dengan berbisik.
“Sampai puas!” ucap Pak Damar ikut berbisik. Mereka kembali berciuman. Kemudian tertidur bersama
Pukul 03.00, Santi masih tidur dengan nyenyak. Dalam mimpinya, Santi merasakan kenikmatan yang menjalar di seluruh tubuhnya. Entah ia sedang ‘mimpi basah’ atau tidak, tetapi ada eluhan-eluhan yang keluar dari mulutnya.
“Mmpphhhh… mmpphh…”
Santi mulai sadar di tengah tidurnya. Matanya masih terpejam, tetapi Ia semakin menyadari kenikmatan di sekujur tubuhnya. Membiarkan tubuhnya menggelinjang kenikmatan. Santi tidak ingin membuka matanya, kemudian terbangun dari tidurnya. Ia ingin menikmati tidurnya yang penuh kenikmatan. Lambat laun kesadarannya semakin menguat saat mendengar suara-suara kecupan. Santi mulai teringat bahwa Ia sedang tidur dengan Pak Damar tanpa busana yang menjanjikan kelanjutan permainan mereka. Santi membuka matanya untuk meyakinkan diri tentang apa yang dari tadi Ia rasakan.
“Pakkk… mmpphhhh.. curannggg..” ucap Santi sambil menggigit bibir bawahnya menatap Pak Damar yang sedang menjilat vaginanya.
Pak Damar mengangkat wajahnya.
“Neng tidurnya nyenyak banget. Bapak ga enak banguninnya.” Tangan Pak Damar mengelus-elus paha Santi.
“Jadi bapak mulai aja duluan.” Ucapnya sambil tersenyum.
Santi membalas dengan senyum manis, kedua tangannya menjulur ke arah Pak Damar. Pak Damar mendekat, mendekap dalam pelukan Santi.
“Enak ya, neng. Kayak mimpi melayang-layang.”
“Mmm..” Jawab Santi dengan suara menggoda.
Mereka mulai bercumbu, dengan tangan saling meraba tubuh lawannya. Mmpphhh… hhmmmm…. Eluh masing-masing. Pak Damar mulai menurunkan kecupannya ke leher, dada, payudara, puting, perut, hingga ia kembali berkonsentrasi ke vagina Sinta. Diawali dengan kecupan kecil. “mmpphhh.. pakkk…” kemudian jilatan panjang, menjilat seluruh bagian luar vagina Sinta. Sinta mendesah semakin keras. Akhirnya Pak Damar memulai emutan di vagina Sinta, lidahnya menjulur masuk menjilat-jilat bagian dalam.
“aaacchhh… ennakkk pakk.. eehhhmmpphhh…”
Slurrppp… slurrppp.. jilatan, hisapan, dan emutan Pak Damar bersuara semakin keras. Tubuh Santi tidak sanggup menahan kenikmatan dari vaginanya. Ia mengangkat pantatnya, mendorong vaginanya ke mulut Pak Damar yang sedari tadi menempel, seakan menginginkan lebih. Pak Damar paham betul, Ia mengangkat wajahnya, kemudian meletakkan jari jemarinya di bibir vagina Santi.
“Haahhh… aahhh..” nafas Santi memburu, “Iya begitu pakk.. eemmppphhh…” Santi menengadahkan wajahnya sambil mendesah saat jari tengah Pak Damar menekan dan mengelus klitorisnya.
Pak Damar mendekatkan wajahnya ke Santi, Santi menyambut dengan ciuman begitu ganas. Nafsu telah menguasai tubuhnya. Tangan Pak Damar sudah terjepit kuat paha Santi. Hanya jari jemarinya yang masih bisa bermain-main di vagina Santi.
Santi terus menggelinjang kuat dengan suara desahan yang tertahan akibat berciuman dengan Pak Damar, merapatkan tangannya di punggung Pak Damar.
“Acchhhh… Pakkk, enakkk.. mmpphhhh..” lenguh Santi melepaskan ciumannya. Pak Damar semakin bersemangat ketika melihat ekspresi wajah Santi dipenuhi nafsu.
Membayangkan seorang wanita yang usianya belum mencapai setengah usia Pak Damar, dipenuhi nasfu ingin bersetubuh. Pak Damar mempercepat gesekan jarinya di vagina Santi.
“Aaaaccchhhhh….” Desahan panjang Santi disertai tubuhnya yang tiba-tiba menjadi kaku.
Pahanya mencengkram kuat tangan Pak Damar hingga tidak bisa bergerak. Cairan bening keluar dari vagina Santi. Wajahnya meringis. Ia melonggarkan pahanya, melepaskan tangan Pak Damar. Sesekali tubuhnya masih mengejang, sementara dari vaginanya masih mengeluarkan cairan kenikmatan. Wajahnya masih dipenuhi ketegangan, hingga akhirnya senyum kepuasan menghiasi wajahnya.
“Enak banget, pak.” Ucap Santi dengan vagina yang masih menetesnya cairannya.
“Iya, bapak suka liat kamu lagi nafsu begitu.” Pak Damar mendiamkan Santi untuk beristirahat sejenak.
5 menit berlalu, mereka berbincang-bincang tertutama mengenai pengalaman Santi bersetubuh dengan lelaki lain. Santi merasa malu membicarakan hal tersebut, tetapi karena nafsunya masih tinggi membuatnya tidak lagi peduli.
“Pak Damar ga nikah?” Tanya Santi sambil mengelus-elus penis Pak Damar.
“Ada yang muda-muda kayak Neng Santi buat apa nikah.” Jawab Pak Damar membiarkan penisnya tetap mengeras.
Mendengar jawaban tersebut, Santi teringat Mbak Wulan dan 3 mahasiswi lainnya yang dulu menempati kosan ini.
“Mmm.. Pantesan Mbak Wulan sama yang lain dulu betah banget ya ngekos disini. Jadi gara-gara ini.” ucap Santi sambil mengocok penis Pak Damar,
“Enak ya pak. Bisa ngentotin mahasiswi cantik terus.” ketus Santi.
Selain dirinya masih ada 2 mahasiswi yang saat ini menempati kosan tersebut.
“Apa Sasha dan Nadya pernah begini juga ya?” Tanya Santi dalam pikirannya.
Pak Damar merubah posisinya, jari tangannya menyentuh bibir vagina Santi yang masih basah.
“Udah ga sabar ya neng dimasukin kontol bapak?” Santi hanya mengangguk pelan, wajahnya tidak mampu menutupi kegembiraan atas pertanyaan Pak Damar.
Santi mengambil kondom di laci meja belajarnya. Dengan penuh kasih sayang, ia mengelus-elus penis Pak Damar kemudian mengulum, memastikan penis itu telah mengeras kuat. Kondom tipis dengan perlahan disarungkan ke penis Pak Damar. Santi tersenyum tipis, membayangkan kenikmatan yang akan didapatnya.
Pak Damar memposisikan diri di atas tubuh Santi. Dengan paha terbuka, Santi tidak sabar menanti penis memasuki liang vaginanya. Kepala penis Pak Damar menempel dan menggesek-gesek bibir vagina Santi.
“Neng, ga mau masuk nih. Mesti dibujuk dulu.” Ucap Pak Damar menahan jegolak nafsunya menyetubuhi Santi.
Santi paham maksud Pak Damar, Ia menggenggam pinggul Pak Damar.
Tetapi bukannya langsung menarik pinggul tersebut agar penis Pak Damar masuk, Santi mengawalinya dengan raut wajah penuh nafsu.
“Pakkk… Masukin kontolnya ke memek aku yah.” Ucap Santi dengan nada memohon,
“Aku udah ga kuat. Pengen ngentot, pakk.” Santi mulai menarik pinggul Pak Damar.
Nafsu Pak Damar meningkat mendengar permintaan Santi, Ia pun mulai mendorong penisnya. Penis Pak Damar mulai menjelajahi liang vagina Santi.
“Uughhh.. Neng, enak banget memeknya. Mmpphhh..”
“Dorong terus pak. Masukin semuanya. Kontol bapakk kerr..ass bangett.. mmpphhhh..” Ucap Santi diakhiri desahan.
Perlahan seluruh penis Pak Damar masuk ke dalam vagina Santi.
Mereka berdua bercium seperti sepasang kekasih.
“Ayo, pak. Kocokin ke dalem. Aku suka kontol bapak.” Rajuk Santi.
Pak Damar tersenyum senang, kemudian mulai menarik penisnya.
“Mmpphhhh…” keduanya berdesah.
Pak Damar memulai persetubuhannya dengan tempo perlahan. Ia menarik dan mendorong penisnya perlahan untuk menikmati betul vagina Santi yang masih sempit. Sesekali Pak Damar mendorong dalam penisnya, hingga Santi mendesah panjang. Perlahan Pak Damar meningkatkan kecepatannya menggesek vagina Santi.
“Accchhhh… iya pak. Terus pak.. enakkk.. eeuuhhhh.. mmpphhhh.. kontol bapak ennaaakkk…” Santi mulai merancau saat gesekan penis Pak Damar semakin cepat.
Nafas keduanya semakin menggebu.
“Memek neng sempit banget.. aaccchhhh… mmppphhhh…”
“Iya pakkk… teruss.. uugghhhh… kocok terus pakkk..” Pak Damar semakin cepat mengeluar-masukkan penisnya.
“Tengkurep neng. Aahhhh…”
“Iyah pakkk… accchhh… jangan dilepas pak kontolnya.. enak bangettt…” Santi membalik tubuhnya tanpa melepas penis dari vaginanya.
Pak Damar memandangi bongkahan pantat putih bersih dengan penisnya yang keluar-masuk vagina Santi. Nafsunya menggila. Ia mengocok semakin cepat.
“Accchhhh, enakan pakee jari ato kontol, nenggg?” Tanya Pak Damar dengan nafas menggebu.
“Kontol… Santi suka pakkeee konn.. toll bapak.. aaaahhhh.. terus pak..”
Pak Damar mengangkat pinggul Santi, ingin Santi menungging. Pak Damar terus mengocok vagina Santi yang semakin basah hingga terdengar suara kecipak air.
“Uuughhhh… ga kuat pakkk… aacccchhhhh.. oooghhhh…” Tubuh Santi bergetar, ada lelehan cairan keluar dari vaginanya.
Pak Damar menahan penisnya di dalam tanpa gerakan. Menidurkan Santi dalam posisi terkelungkup. Pak Damar menindih tubuh Santi, sambil menggoyang-goyangkan penisnya perlahan.
“hhaaahhhh… enak banget pak.” Pak Damar mengecup pipi Santi.
“Mau lagi neng?”
“Sampe bapak puas. Memek aku buat kontol bapak.” Ucap Santi sambil mencium bibir Pak Damar.
Pak Damar mulai kembali mengocok vagina Santi dengan penisnya. Tangannya menyelusup ke payudara Santi. Meremas kuat tetapi lembut. Nafas Santi kembali meningkat. Ia melirik kebelakang, melihat pantat Pak Damar yang hitam bergoyang naik-turun. Sementara pantatnya sendiri tertindih Pak Damar. Santi menjulurkan tangannya, mengelus pantat Pak Damar.
“Uuughhhh.. mmppphhh.. terusss pakk. Entotin akuuu..” rancau Santi sambil memejamkan matanya menikmati hujaman penis Pak Damar.
Pak Damar kembali mengangkat pinggul Santi. Menginginkan posisi itu kembali.
“aacchhh… pakkk udah mau keluuarr?” Tanya Santi dengan nafsu terus menggebu.
“Iya neng.. accchhh… sebentar lagii…” Pak Damar mempercepat kocokannya.
Santi menggigit bantal di depan wajahnya. Menahan kenikmatan di sekujur tubuhnya. Sementara tangannya meremas-remas kain sprei hingga sangat berantakan.
“Ooohhhh,,, ooogghhh…. Pakkk ga kuaattt. Mau keluar lagiii.. oouugghhhh…” lenguh Santi tidak mampu menahan diri.
“Iya, nengg. Bareng sama bapak.. aacchhhh…”
Pak Damar menekan dalam penisnya ke vagina Santi. Spermanya keluar tertahan kondom yang dikenakan. Sementara vagina Santi kembali mengeluarkan cairan bening. Keduanya melenguh bersamaan. Panjang. Terdengar penuh kenikmatan. Santi kembali tertidur dengan posisi terkelungkup, sementara Pak Damar menindih di atasnya. Penisnya tetap berada di dalam vagina Santi yang masih berkedut. Tubuh keduanya dibasahi keringat yang keluar dari pori-pori.
“Enak, neng?”
“Enak banget pak. Makasih ya.” Jawab Santi sambil mencium bibir Pak Damar.
“Bapak ke kamar ya neng.” Ucap Pak Damar sambil mencabut kondomnya kemudian membuangnya di tempat sampah.
“Iya pak. Aku mau langsung mandi. Ada kuliah pagi.” Jawab Sinta.
Pak Damar segera mengenakan pakaiannya kemudian kembali ke kamarnya setelah sebelumnya mencium Santi. Santi mengambil handuknya di atas rak. Menuju kamar mandi, menutup rapat pintunya. Ia melihat tumpukan pakaian dalam yang kotor. Celana dalam Pak Damar ada di sana. Santi meremas celana dalam itu. Ia memikirkan apa yang baru saja selesai Ia dan Pak Damar lakukan. Memalukan, tetapi dirinya sendiri tidak mampu menahan gejolak nafsu. Santi mendekatkan celana dalam itu ke hidungnya, teringat saat-saat hidungnya menyentuh ujung kepala penis Pak Damar. Santi tersenyum.
Duniabola99.com – foto dokter dan asistennya ngentot didalam ruangan disaat sepi kontol besar menghamtam keras kememeknya asisten yang sempit temben dan bagus mulus tanpa bulu diats ranjang pasien dan menembakkan sperma yang banyak kememeknya.
Duniabola99.com – Ini bermula pada saat aku duduk dibangku kuliah semester III di salah satu PTS di Yogyakarta. Pada waktu itu aku lagi putus dengan pacarku dan memang dia tidak tahu diri, sudah dicintai malah bertingkah, akhirnya dari cerita cintaku cuma berumur 2 tahun saja. Waktu itu aku tinggal berlima dengan teman satu kuliah juga, kita tinggal serumah atau ngontrak satu rumah untuk berlima.
Kebetulan di rumah itu hanya aku yang laki-laki. Mulanya aku bilang sama kakak perempuanku, “Sudah, aku pisah rumah saja atau kos di tempat”, tapi kakakku ini saking sayangnya padaku, ya saya tidak diperbolehkan pisah rumah. Kita pun tinggal serumah dengan tiga teman wanita kakakku.Ada satu diantara mereka sudah jadi dosen tapi di Universitas lain, Ibu Yuni namanya. Kita semua memanggilnya Ibu maklum sudah umur 40 tahun tapi belum juga menikah. Ibu Yuni bertanya, “Eh, kamu akhir-akhir ini kok sering ngelamun sih, ngelamunin apa yok? Jangan-jangan ngelamunin yang itu..”“Itu apanya Bu?” tanyaku.Memang dalam kesehari-harianku, ibu Yuni tahu karena aku sering juga curhat sama dia karena dia sudah kuanggap lebih tua dan tahu banyak hal.
Aku mulai cerita,“Tahu nggak masalah yang kuhadapi? Sekarang aku baru putus sama pacarku”, kataku.“Oh.. gitu ceritanya, pantesan aja dari minggu kemarin murung aja dan sering ngalamun sendiri”, kata Ibu Yuni.Begitu dekatnya aku sama Ibu Yuni sampai suatu waktu aku mengalami kejadian ini. Entah kenapa aku tidak sengaja sudah mulai ada perhatian sama Ibu Yuni. Waktu itu tepatnya siang-siang semuanya pada kuliah, aku sedang sakit kepala jadinya aku bolos dari kuliah.Siang itu tepat jam 11:00 siang saat aku bangun, eh agak sedikit heran kok masih ada orang di rumah, biasanya kalau siang-siang bolong begini sudah pada nggak ada orang di rumah tapi kok hari ini kayaknya ada teman di rumah nih. Aku pergi ke arah dapur.“Eh Ibu Yuni, nggak ngajar Bu?” tanyaku.“Kamu kok nggak kuliah?” tanya dia.“Habis sakit Bu”, kataku.“Sakit apa sakit?” goda Ibu Yuni.“Ah.. Ibu Yuni bisa aja”, kataku.“Sudah makan belum?” tanyanya.“Belum Bu”, kataku.“Sudah Ibu Masakin aja sekalian sama kamu ya”, katanya.
Dengan cekatan Ibu Yuni memasak, kita pun langsung makan berdua sambil ngobrol ngalor ngidul sampai-sampai kita membahas cerita yang agak berbau seks. Kukira Ibu Yuni nggak suka yang namanya cerita seks, eh tau-taunya dia membalas de ngan cerita yang lebih hot lagi. Kita pun sudah semakin jauh ngomongnya. Tepat saat itu aku ngomongin tentang perempuan yang sudah lama nggak merasakan hubungan dengan lain jenisnya.
“Apa masih ada gitu keinginannya untuk itu?” tanyaku.“Enak aja, emangnya nafsu itu ngenal usia gitu”, katanya.“Oh kalau gitu Ibu Yuni masih punya keinginan dong untuk ngerasain bagaimana hubungan dengan lain jenis”, kataku.“So pasti dong”, katanya.“Terus dengan siapa Ibu untuk itu, Ibu kan belum kawin”, dengan enaknya aku nyeletuk.“Aku bersedia kok”, kataku lagi dengan sedikit agak cuek sambil kutatap wajahnya. Ibu Yuni agak merah pudar entah apa yang membawa keberanianku semakin membludak dan entah kapan mulainya aku mulai memegang tangannya.
Dengan sedikit agak gugup Ibu Yuni kebingungan sambil menarik kembali tangannya, dengan sedikit usaha aku harus merayu terus sampai dia benar-benar bersedia melakukannya.“Okey, sorry ya Bu, aku sudah terlalu lancang terhadap Ibu Yuni”, kataku.“Nggak, aku kok yang salah memulainya dengan meladenimu bicara soal itu”, katanya.Dengan sedikit kegirangan, dalam hatiku dengan lembut kupegang lagi tangannya sambil kudekatkan bibirku ke dahinya. Dengan lembut kukecup keningnya. Ibu Yuni terbawa dengan situasi yang kubuat, dia menutup matanya dengan lembut. Juga kukecup sedikit di bawah kupingnya dengan lembut sambil kubisikkan, “Aku sayang kamu, Ibu Yuni”, tapi dia tidak menjawab sedikitpun.Dengan sedikit agak ragu juga kudekatkan bibirku mendekati bibirnya. Cup.. dengan begitu lembutnya aku merasa kelembutan bibir itu. Aduh lembutnya, dengan cekatan aku sudah menarik tubuhnya ke rangkulanku, dengan sedikit agak bernafsu kukecup lagi bibirnya. Dengan sedikit terbuka bibirnya menyambut dengan lembut.
Kukecup bibir bawahnya, eh.. tanpa kuduga dia balas kecupanku.Kesempatan itu tidak kusia-siakan. Kutelusuri rongga mulutnya dengan sedikit kukulum lidahnya. Kukecup, “Aah.. cup.. cup.. cup..” dia juga mulai dengan nafsunya yang membara membalas kecupanku, ada sekitar 10 menitan kami melakukannya, tapi kali ini dia sudah dengan mata terbuka. Dengan sedikit ngos-ngosan kayak habis kerja keras saja.“Aah.. jangan panggil Ibu, panggil Yuni aja ya!Kubisikkan Ibu Yuni, “Yuni kita ke kamarku aja yuk!”.Dengan sedikit agak kaget juga tapi tanpa perlawanan yang berarti kutuntun dia ke kamarku. Kuajak dia duduk di tepi tempat tidurku. Aku sudah tidak tahan lagi, ini saatnya yang kutunggu-tunggu. Dengan perlahan kubuka kacing bajunya satu persatu, dengan lahapnya kupandangi tubuhnya.
Ala mak.. indahnya tubuh ini, kok nggak ada sih laki-laki yang kepengin untuk mencicipinya. Dengan sedikit membungkuk kujilati dengan telaten.Pertama-tama belahan gunung kembarnya. “Ah.. ssh.. terus Ian”, Ibu Yuni tidak sabar lagi, BH-nya kubuka, terpampang sudah buah kembar yang montok ukuran 34 B. Kukecup ganti-gantian, “Aah.. ssh..” dengan sedikit agak ke bawah kutelusuri karena saat itu dia tepat menggunakan celana pendek yang kainnya agak tipis dan celananya juga tipis, kuelus dengan lembut, “Aah.. aku juga sudah mulai terangsang.Kusikapkan celana pendeknya sampai terlepas sekaligus dengan celana dalamnya, hu.. cantiknya gundukan yang mengembang. Dengan lembut kuelus-elus gundukan itu, “Aah.. uh.. ssh.. Ian kamu kok pintar sih, aku juga sudah nggak tahan lagi”, sebenarnya memang ini adalah pemula bagi aku, eh rupanya Yuni juga sudah kepengin membuka celanaku dengan sekali tarik aja terlepas sudah celana pendek sekaligus celana dalamku. “Oh.. besar amat”, katanya. Kira-kira 18 cm dengan diameter 2 cm, dengan lembut dia mengelus zakarku, “Uuh.. uh.. shh..” dengan cermat aku berubah posisi 69.
Kupandangi sejenak gundukannya dengan pasti dan lembut. Aku mulai menciumi dari pusarnya terus turun ke bawah, kulumat kewanitaannya dengan lembut, aku berusaha memasukkan lidahku ke dalam lubang kemaluannya, “Aah.. uh.. ssh.. terus Ian”, Yuni mengerang. “Aku juga enak Yuni”, kataku. Dengan lembut di lumat habis kepala kemaluanku, di jilati dengan lembut, “Assh.. oh.. ah.. Yuni terus sayang”, dengan lahap juga kusapu semua dinding lubang kemaluannya, “Aahk.. uh.. ssh..” sekitar 15 menit kami melakukan posisi 69, sudah kepengin mencoba yang namanya bersetubuh.
Kurubah posisi, kembali memanggut bibirnya.Sudah terasa kepala kemaluanku mencari sangkarnya. Dengan dibantu tangannya, diarahkan ke lubang kewanitaannya. Sedikit demi sedikit kudorong pinggulku, “Aakh.. sshh.. pelan-pelan ya Ian, aku masih perawan”, katanya. “Haa..” aku kaget, benar rupa-rupanya dia masih suci. Dengan sekali dorong lagi sudah terasa licin. Blesst, “Aahk..” teriak Yuni, kudiamkan sebentar untuk menghilangkan rasa sakitnya, setelah 2 menitan lamanya kumulai menarik lagi batang kemaluanku dari dalam, terus kumaju mundurkan. Mungkin karena baru pertama kali hanya dengan waktu 7 menit Yuni.. “Aakh.. ushh.. ussh.. ahhkk.. aku mau keluar Ian”, katanya. “Tunggu, aku juga sudah mau keluar akh..” kataku.
Tiba-tiba menegang sudah lubang kemaluannya menjepit batang kemaluanku dan terasa kepala batang kemaluanku disiram sama air surganya, membuatku tidak kuat lagi memuntahkan.. “Crot.. crot.. cret..” banyak juga air maniku muncrat di dalam lubang kemaluannya. “Aakh..” aku lemas habis, aku tergeletak di sampingnya. Dengan lembut dia cium bibirku, “Kamu menyesal Ian?” tanyanya. “Ah nggak, kitakan sama-sama mau.”
Kami cepat-cepat berberes-beres supaya tidak ada kecurigaan, dan sejak kejadian itu aku sering bermain cinta dengan Ibu Yuni hal ini tentu saja kami lakukan jika di rumah sedang sepi, atau di tempat penginapan apabila kami sudah sedang kebelet dan di rumah sedang ramai. sejak kejadian itu pada diri kami berdua mulai bersemi benih-benih cinta, dan kini Ibu Yuni menjadi pacar gelapku.
Duniabola99.com – foto gadis cantik putih bugil di kamar mandi toket kecil dan mengangkang lebar ditoilet menampilkan memeknya yang tanpa bulu dilantai kamar mandri beralas haduk memeknya yang tanpa bulu dan tembem.
Duniabola99.com – foto cewek pirang seragam sekolahan toket gede lagi sange Mia Malkova hisap kontol gede ayah tirinya dan dientot keras diatas kursi sofa dan menyemprotkan sperma yang banyak keatas pantatnya yang behenol.
Duniabola99.com – foto cewek tidur bugil Danisa G bangun dan memamerkan memeknya yang merah jambu dan menggiurkan dan juga toketnya yang padat kenyal.
Duniabola99.com – foto TIna Kay yang memiliki memek yang tembem dan bagus mulus tanpa bulu ngentot anal dengan pacarnya dan meduduki kontol pacarnya yang panjang dan menbakkan sperma yang panjang kedalam pantatnya.
Duniabola99.com – foto cewek sexy cantik toket padat kenyal gede Adrienn Levai melepas bikini hitamnya diluar ruangan menampilkan memeknya yang bagus bikim merangsang bulu dicukur rapi.
Duniabola99.com – foto cewek putih ngentot dengan tukat pijat yang berkontol gede dan menghantam dengan keras kontolnya kememek berakhir dengna menembakkan sperma yang banyak kemulut dan wajah.
Duniabola99.com – foto cewewk pirang cantik Piper Perri memakai bikini merah berpose hot menampilkan toketnya yang kecil dan ngangkang diatas meja menampilkan memeknya yang tanpa bulu dicukur botak.
Duniabola99.com – foto pembantu sexy Julia Roca lagi bersih bersih kamar mandi dientot oleh majikannya yang sedang bugil karena toketnya yang gede dan pantatnya yang montok bahenol dan menembakkan sperma yang banyak keatas perutnya.
Cerita Sex ini berjudul ” Dewasa Ibu Maya Yang Baik ” Cerita Dewasa,Cerita Hot,Cerita Sex Panas,Cerita Sex Bokep,Kisah Seks,Kisah Mesum,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Sedarah,Cerita Sex Janda,Jilbab,Terbaru 2018.
Duniabola99.com – Setelah tamat dari SMU, aku mencoba merantau ke Jakarta. Aku berasal dari keluarga yang tergolong miskin. Di kampung orang tuaku bekerja sebagai buruh tani. Aku anak pertama dan memiliki dua orang adik perempuan, yang nota bene masih bersekolah.
Aku ke Jakarta hanya berbekal ijazah SMU. Dalam perjalanan ke Jakarta, aku selalu terbayang akan suatu kegagalan. Apa jadinya aku yang anak desa ini hanya berbekal Ijazah SMU mau mengadu nasib di kota buas seperti Jakarta. Selain berbekal Ijazah yang nyaris tiada artinya itu, aku memiliki keterampilan hanya sebagai supir angkot. Aku bisa menyetir mobil, karena aku di kampung, setelah pulang sekolah selalu diajak paman untuk narik angkot. Aku menjadi keneknya, paman supirnya. Tiga tahun pengalaman menjadi awak angkot, cukup membekal aku dengan keterampilan setir mobil. Paman yang melatih aku menjadi supir yang handal, baik dan benar dalam menjalankan kendaraan di jalan raya. Aku selalu memegang teguh pesan paman, bahwa : mengendarai mobil di jalan harus dengan sopan santun dan berusaha sabar dan mengalah. Pesan ini tetap kupegang teguh.
Di Jakarta aku numpang di rumah sepupu, yang kebetulan juga bekerja sebagai buruh pabrik di kawasan Pulo Gadung. Kami menempati rumah petak sangat kecil dan sangat amat sederhana. Lebih sederhana dari rumah type RSS ( Rumah Susah Selonjor). Selain niatku untuk bekerja, aku juga berniat untuk melanjutkan sekolah ke Perguruan Tinggi. Dua bulan lamanya aku menganggur di Jakrta. Lamar sana sini, jawabnya selalu klise, ” tidak ada lowongan “.
Pada suatu malam, yakni malam minggu, ketika aku sedang melamun, terdengar orang mengucap salam dari luar. Ku bukakan pintu, ternya pak RT yang datang. Pak RT minta agar aku sudi menjadi supir pribadi dari sebuah keluarga kaya. Keluarga itu adalah pemilik perusahaan dimana pak RT bekerja sebagai salah seorang staff di cabang perusahaan itu. Sepontan aku menyetujuinya. Esoknya kami berangkat kekawasan elite di Jakarta. Ketika memasuki halaman rumah yang besar seperti istana itu, hatiku berdebar tak karuan. Setelah kami dipersilahkan duduk oleh seorang pembantu muda di ruang tamu yang megah itu, tak lama kemudian muncul seorang wanita yang tampaknya muda. Kami memberi hormat pada wanita itu. Wanita itu tersenyum ramah sekali dan mempersilahkan kami duduk, karena ketika dia datang, sepontan aku dan pak RT berdiri memberi salam ” selamat pagi”. Pak RT dipersilahkan kembali ke kantor oleh wanita itu, dan diruangan yang megah itu hanya ada aku dan dia si wanita itu.
” Benar kamu mau jadi supir pribadiku ? ” tanyanya ramah seraya melontarkan senyum manisnya. ” Iya Nyonya, saya siap menjadi supir nyonya ” Jawabku. ” jangan panggil Nyonya, panggil saja saya ini Ibu, Ibu Maya ” Sergahnya halus. Aku mengangguk setuju. ” Kamu masih kuliah ?” ” Tidak nyonya eh…Bu ?!” jawabku. ” Saya baru tamat SMU, tapi saya berpengalaman menjadi supir sudah tiga ahun” sambungku.
Wanita itu menatapku dalam-dalam. Ditatapnya pula mataku hingga aku jadi slah tingkah. Diperhatikannya aku dari atas samapi kebawah. ” kamu masih muda sekali, ganteng, nampaknya sopan, kenapa mau jadi supir ?” tanyanya. ” Saya butuh uang untuk kuliah Bu ” jawabku. ” Baik, saya setuju, kamu jadi supir saya, tapi haru ready setiap saat. gimana, okey ? ” ” Saya siap Bu.” Jawabku. ” Kamu setiap pagi harus sudah ready di rumah ini pukul enam, lalu antar saya ke tempat saya Fitness, setelah itu antar saya ke salon, belanja, atau kemana saya suka. Kemudian setelah sore, kamu boleh pulang, gimana siap ? ” ” Saya siap Bu” Jawabku. ” Oh..ya, siapa namamu ? ” Tanyanya sambil mengulurkan tangannya. Sepontan aku menyambut dan memegang telapak tangannya, kami bersalaman. ” Saya Leman Bu, panggil saja saya Leman ” Jawabku. ” Nama yang bagus ya ? tau artinya Leman ? ” Tanyanya seperti bercanda. ” Tidak Bu ” Jawabku. ” Leman itu artinya Lelaki Idaman ” jawabnya sambil tersenyum dan menatap mataku. Aku tersenyum sambil tersipu. lama dia menatapku. Tak terpikir olehku jika aku bakal mendapat majikan seramah dan se santai Ibu Maya. Aku mencoba juga untuk bergurau, kuberanita diri untuk bertanya pada beliau. ” Maaf, Bu. jika nama Ibu itu Maya, apa artinya Bu ? ” ” O..ooo, itu, Maya artinya bayangan, bisa juga berarti khayalan, bisa juga sesuatu yang tak tampak, tapi ternyata ada.Seperti halnya cita-citamu yang kamu anggap mustahil ternyata suatu saat bisa kamu raih, nah,,,khayalan kamu itu berupa sesuiatu yang bersifat maya, ngerti khan ? ” Jawabnya serius. Aku hanya meng-angguk-angguk saja sok tahu, sok mengerti, sok seperti orang pintar.
Jika kuperhatikan, body Ibu Maya seksi sekali, tubuhnya tidak trlampau tinggi, tapi padat berisi, langsing, pinggulnya seperti gitar sepanyol. Ynag lebih, gila, pantatnya bahenol dan buah dadanya wah…wah…wah…puyeng aku melihatnya.
Dirumah yang sebesar itu, hanya tinggal Ibu Maya, Suaminya, dan dua putrinya, yakni Mira sebagai anak kedua, dan Yanti si bungsu yang masih duduk di kelas III SMP, putriny yang pertama sekolah mode di Perancis. Pembantunya hanya satu, yakni Bi Irah, tapi seksinya juga luar biasa, janda pula !
Ibu Maya memberi gaji bulanan sangat besar sekali, dan jika difikir-fikir, mustahil sekali. Setelah satu tahu aku bekerja, sudah dua kali dia menaikkan agjiku, Katanya dia puas atas disiplin kerjaku. Gaji pertama saja, lebih dari cukup untuk membayar uang kuliahku. Aku mengambil kuliah di petang hari hingga malam hari disebuah Universitas Swasta. Untuk satu bulan gaji saja, aku bisa untuk membayar biaya kuliah empat semster, edan tenan….sekaligus enak…tenan….!!! dasar rezeki, tak akan kemana larinya.
Masuk tahun kedua aku bekerja, keakraban dengan Ibu Maya semakin terasa. Setelah pulang Fitness, dia minta jalan-jalan dulu. Yang konyol, dia selalu duduk di depan, disebelahku, hingga terkadang aku jadi kagok menyetir, eh…lama lama biasa.
Disuatu hari sepulang dari tempat Fitnes, Ibu Maya minta diatar keluar kota. Seperti biasa dia pindah duduk ke depan. Dia tak risih duduk disebelah supir pribadinya. Ketika tengah berjalan kendaraan kami di jalan tol jagorawi, tiba-tiba Ibu maya menyusuh nemepi sebentar. Aku menepi, dan mesin mobil BMW itu kumatikan. Jantungku berdebar, jangan-jangan ada kesalahan yang aku perbuat.
” Man,?, kamu sudah punya pacar ? ” Tanyanya. ” Belum Bu ” Jawabku singkat. ” Sama sekali belum pernah pacaran ?” ” Belum BU, eh…kalau pacar cinta monyet sih pernah Bu, dulu di kampung sewaktu SMP” ” Berapa kali kamu pacaran Man ? sering atau cuma iseng ?” tanyanya lagi. Aku terdiam sejenak, kubuang jauh-jauh pandanganku kedepan. Tanganku masih memegang setir mobil. Kutarik nafas dalam-dalam. ” Saya belum pernah pacaran serius Bu, cuma sebatas cintanya anak yang sedang pancaroba” Jawabku menyusul. ” Bagus…bagus…kalau begitu, kamu anak yang baik dan jujur ” ujarnya puas sambil menepuk nepuk bahuku. Aku sempat bingung, kenapa Bu Maya pertanyaannya rada aneh ? terlalu pribadi lagi ? apakah aku mau dijodohkan dengan salah seorang putrinya ? ach….enggak mungkin rasanya, mustahil, mana mungkin dia mau punya menantu anak kampung seprti aku ini ?!
Setelah itu kami melanjutkan perjalanan kepuncak, bahkan sampai jalan-jalan sekedar putar-putar saja di kota Sukabumi. Aku heran bin heran, Bu Maya kok jalan-jalan hanya putar-putar kota saja di Sukabumi, dan yang lebih heran lagi, Bu Maya hanya memakai pakaian Fitness berupa celana training dan kaos olah raga. Setelah sempat makan di rumah makan kecil di puncak, hari sudah mulai gelap dan kami kembali meneruskan perjalanan ke Jakarta. Ditengah perjalanan di jalan yang gelap gulita, Bu Maya minta untu berbelok ke suatu tempat. Aku menurut saja apa perintahnya. Aku tak kenal daerah itu, yang kutahu hanya berupa perkebunan luas dan sepi serta gelap gulita. Ditengah kebun itu bu Maya minta kaku berhenti dan mematikan mesin mobil. Aku masih tak mengerti akan tingkah Bu Maya. Tiba-tiba saja tangan Bu Maya menarik lengaku. ” Coba rebahkan kepalamu di pangkuanku Man ?” Pintanya, aku menurut saja, karena masih belum mengerti. Astaga….setelah aku merebahkan kepalaku di pangkuan Bu Maya dengan keadaan kepala menghadap keatas, kaki menjulur keluar pintu, Bu Maya menarik kaosnya ketas. Wow…samar-samar kulihat buah dadanya yang besar dan montok. Buah dada itu didekatkan ke wajahku. Lalu dia berkata ” Cium Man Cium…isaplah, mainkan sayang …?” Pintanya. Baru aku mengerti, Bu Maya mengajak aku ketempat ini sekedar melampiaskan nafsunya. Sebagai laki-laki normal, karuan saja aku bereaksi, kejantananku hidup dan bergairah. Siapa nolak diajak kencan dengan wanita cantik dna seksi seperti Bu Maya.
Kupegangi tetek Bu Maya yang montok itu, kujilati putingnya dan kuisap-isap. Tampak nafas Bu Maya ter engah-engah tak karuan, menandakan nafsu biarahinya sedang naik. Aku masih mengisap dan menjilati teteknya. Lalu bu Maya minta agar aku bangun sebentar. Dia melorotkan celana trainingnya hingga kebawah kaki. Bagian bawah tubuh Bu Maya tampak bugil. Samar-samar oleh sinar bulan di kegelapan itu. ” Jilat Man jilatlah, aku nafsu sekali, jilat sayang ” Pinta Bu Maya agar aku menjilati memeknya. Oh….memek itu besar sekali, menjendol seperti kura-kura. tampaknya dia sedang birahi sekali, seperti puting teteknya yang ereksi. Aku menurut saja, seperti sudah terhipnotis. Memek Bu Maya wangi sekali, mungkin sewaktu di restauran tadi dia membersihkan kelaminnya dan memberi wewangian. Sebab dia sempat ke toilet untuk waktu yang lumayang lama. Mungkin disana dia membersihkan diri. Dia tadi ke tolilet membawa serta tas pribadinya. Dan disana pula dia mengadakan persiapan untuk menggempur aku. Kujilati liang kemaluan itu, tapi Bu Maya tak puas. Disuruhnya aku keluar mobil dan disusul olehnya. Bu Maya membuka bagasi mobil dan mengambil kain semacam karpet kecil lalu dibentangkan diatas rerumputan. Dia merebahkan tubuhnya diatas kain itu dan merentangnya kakinya. ” Ayo Man, lakukan, hanya ada kita berdua disini, jangan sia-siakan kesempatan ini Man, aku sayang kamu Man ” katanya setengah berbisik, Aku tak menjawab, aku hanya melakukan perintahnya, dan sedikit bicara banyak kerja. Ku buka semua pakaianku, lalu ku tindih tubuh Bu Maya. Dipeluknya aku, dirogohnya alat kelaminku dan dimasukkan kedalam memeknya. Kami bersetubuh ditengah kebun gelap itu dalam suasana malam yang remang-remang oleh sinar gemintang di langit. Aku menggenjot memek Bu Maya sekuat mungkin. ” jangan keluar dulua ya ? saya belum puas ” Pintanya mesra. Aku diam saja, aku masih melakukan adegan mengocok dengan gerakan penis keluar masuk lubang memek Bu Maya. Nikmat sekali memek ini, pikirku. Bu Maya pindah posisi , dia diatas, dan bukan main permainannya, goyangnyanya.
” Remas tetekku Man, remaslah….yang kencang ya ?” Pintanya. Aku meremasnya. ” Cium bibirku Man..cium ? Aku mencium bibir indah itu dan kuisap lidahnya dalam-dalam, nikmat sekali, sesekali dia mengerang kenikmatan. ” Sekarang isap tetekku, teruskan…terus…..Oh….Ohhhh…..Man…Leman…Ohhh…aku keluar Man….aku kalah” Dia mencubiti pinggulku, sesekali tawanya genit. ” kamu curang….aku kalah” ujarnya. ” Sekarang gilirang kamu Man….keluarkan sebanyak mungkin ya? ” pintanya. ” Saya sudah keluar dari tadi Bu, tapi saya tetap bertahan, takut Ibu marah nanti ” Jawabku. ” Oh Ya?…gila..kuat amat kamu ?!” balas Bu Maya sambul mencubit pipiku.
” Kenapa Ibu suka main di tempat begini gelap ?” ” Aku suka alam terbuka, di alam terbuka aku bergairah sekali. Kita akan lebih sering mencari tempat seperti alam terbuka. Minggu depan kita naik kapal pesiarku, kita main diatas kapal pesiar di tengah ombak bergulung. Atau kita main di pinggir sungai yang sepi, ah… terserah kemana kamu mau ya Man ?”
Selesai main, setelah kami membersihkan alat vital hanya dengan kertas tisue dan air yang kami ambil dari jiregen di bagasi mobil, kami istirahat. Bu Maya yang sekarang tidur di pangkuanku. Kami ngobrol panjang lebar, ngalor ngidul. Setelah sekian lama istirahat, kontolku berdiri lagi, dan dirasakan oleh kepala Bu maya yang menyentuh batang kejantananku. Tak banyak komentar celanaku dibukanya, dan aku dalam sekejap sudah bugil. Disuruhnya aku tidur dengan kaki merentang, lalu Bu Maya membuka celana trainingnya yang tanpa celana dalam itu. Bu Maya mengocok-ngocok penisku, diurutnya seperti gerakan tukang pjit mengurut tubuh pasiennya. Gerakan tangan Bu Maya mengurut naik-turun. Karuan saja penisku semakin membesar dan membesar. Diisapnya penisku yang sudah ereksi besar sekali, dimainkannya lidah Bu Maya di ujung penisku. Setelah itu, Bu Maya menempelkan buah dadanya yang besar itu di penisku. Dijepitkannya penisku kedalam tetek besar itu, lalu di goyang-goyang seperti gerakan mengocok. ” Giaman Man ? enah anggak ? ” ” Enak Bu, awas lho nanti muncrat Bu” jawabku.. ” Enggak apa, ayo keluarkan, nanti kujilati pejuhmu, aku mau kok ?!” . Bu Maya masih giat bekerja giat, dia berusaha untuk memuaskan aku. Tak lama kemudian, Bu Maya naik keposisi atas dan seperti menduduki penisku, tapi lobang memeknya dimasuki penisku. Digoyang terus…hingga aku merasakan nikat yang luar biasa. Tiba -tiba Bu Maya terdiam, berhenti bekerja, lalu berjata :” Rasakan ya Man ? pasti kamu bakal ketagihan ” Aku membisu saja. dan ternya Ohh….memek Bu Maya bisa melakukan gerakan empot-empot, menyedot-nyedot dan meng-urut-urut batang kontolku dari bagian kepala hingga ke bagian batang bawah, Oh….nikmat sekali, ini yang namanya empot ayam, luar biasa kepiawaian Bu Maya dalam bidang oleh seksual. ” Enak syang ?” tanyanya. Belum sempat aku menjawab, yah….aku keluar, air maniku berhamburan tumpah ditenga liang kemaluan Bu Maya.
” Itu yang namanya empot-empot Man, itulah gunanya senam sex, berarti aku sukses l;atihan senam sex selama ini ” Katanya bangga. ” Sekarang kamu puasin aku ya ? ” Kata Bu Maya seraya mengambil posisi nungging. Ku tancapkan lagi kontolku yang masih ereksi kedalam memek bu Maya, Ku genjot terus. ” Yang dalam man…yang dalam ya..teruskan sayang…? oh….enak sekali penismu…..oh….terus sayang ?!” Pinta Bu Maya. Aku masih memuaskan Bu Maya, aku tak mau kalah, kujilati pula lubang memeknya, duburnya dan seluruh tubuhnya. Ternyata Bu Maya orgasme setelah aku menjlati seluruh tubuhnya. ” kamu pintar sekali Man ? belajar dimana ? ” ” Tidak bu, refleks saja” Jawabku.
Sebelum kami meninggalkan tempat itu, Bu Maya masih sempat minta satu adegan lagi. Tapi kali ini hanya sedikit melorotkan celana trainingnya saja. demikian pula aku, hanya membuka bagian penis saja. Bu Maya minta aku melakukanya di dalam mobil, tapi ruangannya sempit sekali. Dengan susah payang kami melakukannya dan akhirnya toh juga mengambil posisinya berdiri dengan tubuh Bu Maya disandarkan di mobil sambil meng-angkat sedikit kaki kanannya.
Sejak saat malam pertama kami itu, aku dan Bu Maya sering bepergian keluar kota, ke pulau seribu, ke pinggir pantai, ke semak-semak di sebuah desa terpencil, yah pokoknya dia cari tempat-tempat yang aneh-aneh. Tak kusadari kalau aku sebenarnya menjadi gigolonya Bu Maya. Dan beliaupun semakin sayang padaku, uang mengalir terus ke kocekku, tanpa pernah aku meminta bayaran. Dia menyanggupi untuk membiayai kuliah hingga tamat, asal aku tetap selalu besama Bu Maya yang cantik itu.
Kisah Seks,Cerita Sex,Cerita Panas,Cerita Bokep,Cerita Hot,Cerita Mesum,Cerita Dewasa,Cerita Ngentot,Cerita Sex Bergambar,Cerita ABG,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Sedarah,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Pasutri.
Duniabola99.com – foto cewek pirang toketnya kecil cantilk memeknya besar dan tembem memasukkan banyak mainan sex sambil duduk diatas kursi.
Cerita Sex ini berjudul ” Lusi, Saudara Tiriku yang Liar ” Cerita Dewasa,Cerita Hot,Cerita Sex Panas,Cerita Sex Bokep,Kisah Seks,Kisah Mesum,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Sedarah,Cerita Sex Janda,Jilbab,Terbaru 2018.
Duniabola99.com – Ku ini dimulai, waktu aku SMA kelas 3, waktu itu aku baru sebulan tinggal sama ayah tiriku. Ibu menikah dengan orang ini karena karena tidak tahan hidup menjanda lama-lama. Yang aku tidak sangka-sangka ternyata ayah tiriku punya 2 anak cewek yang keren dan seksi habis, yang satu sekolahnya sama denganku, namanya Lusi dan yang satunya lagi sudah kuliah, namanya Riri. Si Lusi cocok sekali kalau dijadikan bintang iklan obat pembentuk tubuh, nah kalau si Riri paling cocok untuk iklan BH sama suplemen payudara.
Sejak pertama aku tinggal, aku selalu berangan-angan bahwa dapat memiliki mereka, tapi angan-angan itu selalu buyar oleh berbagai hal. Dan siang ini kebetulan tidak ada orang di rumah selain aku dengan Lusi, ini juga aku sedang kecapaian karena baru pulang sekolah. “Lus! entar kalau ada perlu sama aku, aku ada di kamar,” teriakku dari kamar.Aku mulai menyalakan komputerku dan karena aku sedang suntuk, aku mulai dech surfing ke situs-situs porno kesayanganku, tapi enggak lama kemudian Lusi masuk ke kamar sambil bawa buku, kelihatannya dia mau tanya pelajaran. “Ben, kemaren kamu udah nyatet Biologi belom, aku pinjem dong!” katanya dengan suara manja. Tanpa memperdulikan komputerku yang sedang memutar film BF via internet, aku mengambilkan dia buku di rak bukuku yang jaraknya lumayan jauh dengan komputerku.
“Lus..! nich bukunya, kemarenan aku udah nyatet,” kataku.
Lusi tidak memperhatikanku tapi malah memperhatikan film BF yang sedang di komputerku.
“Lus.. kamu bengong aja!” kataku pura-pura tidak tahu.
“Eh.. iya, Ben kamu nyetel apa tuh! aku bilangin bonyok loh!” kata Lusi.
“Eeh… kamu barusan kan juga liat, aku tau kamu suka juga kan,” balas aku.
“Mending kita nonton sama-sama, tenang aja aku tutup mulut kok,” ajakku berusaha mencari peluang.
“Bener nich, kamu kagak bilang?” katanya ragu.
“Suwer dech!” kataku sambil mengambilkan dia kursi.
Lusi mulai serius menonton tiap adegan, sedangkan aku serius untuk terus menatap tubuhnya.
“Lus, sebelum ini kamu pernah nonton bokep kagak?” tanyaku.
“Pernah, noh aku punya VCD-nya,” jawabnya.
Wah gila juga nich cewek, diam-diam nakal juga.
“Kalau ML?” tanyaku lagi.
“Belom,” katanya, “Tapi… kalo sendiri sich sering.”
Wah makin berani saja aku, yang ada dalam pikiranku sekarang cuma ML sama dia. Bagaimana caranya si “Beni Junior” bisa puas, tidak peduli saudara tiri, yang penting nafsuku hilang.
Melihat dadanya yang naik-turun karena terangsang, aku jadi semakin terangsang, dan batang kemaluanku pun makin tambah tegang.
“Lus, kamu terangsang yach, ampe napsu gitu nontonnya,” tanyaku memancing.
“Iya nic Ben, bentar yach aku ke kamar mandi dulu,” katanya.
“Eh… ngapain ke kamar mandi, nih liat!” kataku menunjuk ke arah celanaku.
“Kasihanilah si Beni kecil,” kataku.
“Pikiran kamu jangan yang tidak-tidak dech,” katanya sambil meninggalkan kamarku.
“Tenang aja, rumah kan lagi sepi, aku tutup mulut dech,” kataku memancing.
Dan ternyata tidak ia gubris, bahkan terus berjalan ke kamar mandi sambil tangan kanannya meremas-remas buah dadanya dan tangan kirinya menggosok-gosok kemaluannya, dan hal inilah yang membuatku tidak menyerah. Kukejar terus dia, dan sesaat sebelum masuk kamar mandi, kutarik tangannya, kupegang kepalanya lalu kemudian langsung kucium bibirnya. Sesaat ia menolak tapi kemudian ia pasrah, bahkan menikmati setiap permainan lidahku. “Kau akan aku berikan pengalaman yang paling memuaskan,” kataku, kemudian kembali melanjutkan menciumnya. Tangannya membuka baju sekolah yang masih kami kenakan dan juga ia membuka BH-nya dan meletakkan tanganku di atas dadanya, kekenyalan dadanya sangat berbeda dengan gadis lain yang pernah kusentuh.
Perlahan ia membuka roknya, celanaku dan celana dalamnya. “Kita ke dalam kamar yuk!” ajaknya setelah kami berdua sama-sama bugil, “Terserah kaulah,” kataku, “Yang penting kau akan kupuaskan.” Tak kusangka ia berani menarik penisku sambil berciuman, dan perlahan-lahan kami berjalan menuju kamarnya. “Ben, kamu tiduran dech, kita pake ‘69′ mau tidak?” katanya sambil mendorongku ke kasurnya. Ia mulai menindihku, didekatkan vaginanya ke mukaku sementara penisku diemutnya, aku mulai mencium-cium vaginanya yang sudah basah itu, dan aroma kewanitaannya membuatku semakin bersemangat untuk langsung memainkan klitorisnya.
Tak lama setelah kumasukkan lidahku, kutemukan klitorisnya lalu aku menghisap, menjilat dan kadang kumainkan dengan lidahku, sementara tanganku bermain di dadanya. Tak lama kemudian ia melepaskan emutannya. “Jangan hentikan Ben… Ach… percepat Ben, aku mau keluar nich! ach… ach… aachh… Ben… aku ke.. luar,” katanya berbarengan dengan menyemprotnya cairan kental dari vaginanya. Dan kemudian dia lemas dan tiduran di sebelahku.
“Lus, sekali lagi yah, aku belum keluar nich,” pintaku.
“Bentar dulu yach, aku lagi capek nich,” jelasnya.
Aku tidak peduli kata-katanya, kemudian aku mulai mendekati vaginanya.
“Lus, aku masukkin sekarang yach,” kataku sambil memasukkan penisku perlahan-lahan.
Kelihatannya Lusi sedang tidak sadarkan diri, dia hanya terpejam coba untuk beristirahat. Vagina Lusi masih sempit sekali, penisku dibuat cuma diam mematung di pintunya. Perlahan kubuka dengan tangan dan terus kucoba untuk memasukkannya, dan akhirnya berhasil penisku masuk setengahnya, kira-kira 7 cm.
“Jangan Ben… entar aku hamil!” katanya tanpa berontak.
“Kamu udah mens belom?” tanyaku.
“Udah, baru kemaren, emang kenapa?” katanya.
Sambil aku masukkan penisku yang setengah, aku jawab pertanyaannya,
“Kalau gitu kamu kagak bakal hamil.”
“Ach… ach… ahh…! sakit Ben, a.. ach… ahh, pelan-pelan, aa… aach… aachh…!” katanya berteriak nikmat.
“Tenang aja cuma sebentar kok, Lus mending doggy style dech!” kataku tanpa melepaskan penis dan berusaha memutar tubuhnya.
Ia menuruti kata-kataku, lalu mulai kukeluar-masukkan penisku dalam vaginanya dan kurasa ia pun mulai terangsang kembali, karena sekarang ia merespon gerakan keluar-masukku dengan menaik-turunkan pinggulnya.
“Ach… a… aa ach…” teriaknya.
“Sakit lagi Ben… a.. aa… ach…”
“Tahan aja, cuma sebentar kok,” kataku sambil terus bergoyang dan meremas-remas buah dadanya.
“Ben,. ach pengen… ach.. a… keluar lagi Ben…” katanya.
“Tunggu sebentar yach, aku juga pengen nich,” balasku.
“Cepetan Ben, enggak tahan nich,” katanya semakin menegang.
“A… ach… aachh…! yach kan keluar.”
“Aku juga Say…” kataku semakin kencang menggenjot dan akhirnya setidaknya enam tembakan spermaku di dalam vaginanya.
Kucabut penisku dan aku melihat seprei, apakah ada darahnya atau tidak? tapi tenyata tidak.
“Lus kamu enggak perawan yach,” tanyaku.
“Iya Ben, dulu waktu lagi masturbasi nyodoknya kedaleman jadinya pecah dech,” jelasnya.
“Ben ingat loh, jangan bilang siapa-siapa, ini rahasia kita aja.””Oh tenang aja aku bisa dipercaya kok, asal lain kali kamu mau lagi.
“Siapa sih yang bisa nolak ‘Beni Junior’,” katanya mesra.
Setelah saat itu setidaknya seminggu sekali aku selalu melakukan ML dengan Lusi, terkadang aku yang memang sedang ingin atau terkadang juga Lusi yang sering ketagihan, yang asyik sampai saat ini kami selalu bermain di rumah tanpa ada seorang pun yang tahu, kadang tengah malam aku ke kamar Lusi atau sebaliknya, kadang juga saat siang pulang sekolah kalau tidak ada orang di rumah.
Kali ini kelihatannya Lusi lagi ingin, sejak di sekolah ia terus menggodaku, bahkan ia sempat membisikkan kemauannya untuk ML siang ini di rumah, tapi malangnya siang ini ayah dan ibu sedang ada di rumah sehingga kami tak jadi melakukan ini. Aku menjanjikan nanti malam akan main ke kamarnya, dan ia mengiyakan saja, katanya asal bisa ML denganku hari ini ia menurut saja kemauanku.
Ternyata sampai malan ayahku belum tidur juga, kelihatannya sedang asyik menonton pertandingan bola di TV, dan aku pun tidur-tiduran sambil menunggu ayahku tertidur, tapi malang malah aku yang tertidur duluan. Dalam mimpiku, aku sedang dikelitiki sesuatu dan berusaha aku tahan, tapi kemudian sesuatu menindihku hingga aku sesak napas dan kemudian terbangun.
“Lusi! apa Ayah sudah tidur?” tanyaku melihat ternyata Lusi yang menindihiku dengan keadaan telanjang.
“kamu mulai nakal Ben, dari tadi aku tunggu kamu, kamu tidak datang-datang juga. kamu tau, sekarang sudah jam dua, dan ayah telah tidur sejak jam satu tadi,” katanya mesra sambil memegang penisku karena ternyata celana pendekku dan CD-ku telah dibukanya.
“Yang nakal tuh kamu, Bukannya permisi atau bangunin aku kek,” kataku.
“kamu tidak sadar yach, kamu kan udah bangun, tuh liat udah siap kok,” katanya sambil memperlihatkan penisku.
“Aku emut yach.”
Emutanya kali ini terasa berbeda, terasa begitu menghisap dan kelaparan.
“Lus jangan cepet-cepet dong, kasian ‘Beni Junior’ dong!”
“Aku udah kepengen berat Ben!” katanya lagi.
“Mending seperti biasa, kita pake posisi ‘69′ dan kita sama-sama enak,” kataku sembil berputar tanpa melepaskan emutannya kemudian sambil terus diemut.
Aku mulai menjilat-jilat vaginanya yang telah basah sambil tanganku memencet-mencet payudaranya yang semakin keras, terus kuhisap vaginanya dan mulai kumasukkan lidahku untuk mencari-cari klitorisnya.
“Aach… achh…” desahnya ketika kutemukan klitorisnya.
“Ben! kamu pinter banget nemuin itilku, a.. achh.. ahh..”
“kamu juga makin pinter ngulum ‘Beni’ kecil,” kataku lagi”
“Ben, kali ini kita tidak usah banyak-banyak yach, aa.. achh..” katanya sambil mendesah.
“Cukup sekali aja nembaknya, taapi… sa.. ma.. ss.. sa… ma… maa ac… ach…” katanya sambil menikmati jilatanku.
“Tapi Ben aku.. ma.. u.. keluar nich! Ach.. a… aahh…” katanya sambil menegang kemudian mengeluarkan cairan dari vaginanya.
“Kayaknya kamu harus dua kali dech!” kataku sambil merubah posisi.
“Ya udah dech, tapi sekarang kamu masukin yach,” katanya lagi.
“Bersiaplah akan aku masukkan ini sekarang,” kataku sambil mengarahkan penisku ke vaginanya.
“Siap-siap yach!”
“Ayo dech,” katanya.
“Ach… a… ahh…” desahnya ketika kumasukkan penisku.
“Pelan-pelan dong!”
“Inikan udah pelan Lus,” kataku sambil mulai bergoyang.
“Lus, kamu udah terangsang lagi belon?” tanyaku.
“Bentar lagi Ben,” katanya mulai menggoyangkan pantatnya untuk mengimbangiku, dan kemudian dia menarik kepalaku dan memitaku untuk sambil menciumnya.
“Sambil bercumbu dong Ben!”
Tanpa disuruh dua kali aku langsung mncumbunya, dan aku betul-betul menikmati permainan lidahnya yang semakin mahir.
“Lus kamu udah punya pacar belom?” tanyaku.”Aku udah tapi baru abis putus,” katanya sambil mendesah.
“Ben pacar aku itu enggak tau loh soal benginian, cuma kamu loh yang beginian sama aku.”
“Ach yang bener?” tanyaku lagi sambil mempercepat goyangan.
“Ach.. be.. ner.. kok Ben, a.. aa… ach.. achh,” katanya terputus-putus.
“Tahan aja, atau kamu mau udahan?” kataku menggoda.
“Jangan udahan dong, aku baru kamu bikin terangsang lagi, kan kagak enak kalau udahan, achh… aa… ahh… aku percepat yach Ben,” katanya.
Kemudian mempercepat gerakan pinggulnya.
“Kamu udah ngerti gimana enaknya, bentar lagi kayaknya aku bakal keluar dech,” kataku menyadari bahwa sepermaku sudah mengumpul di ujung.
“Achh… ach… bentar lagi nih.”
“Tahan Ben!” katanya sambil mengeluarkan penisku dari vaginanya dan kemudian menggulumnya sambil tanganya mamainkan klitorisnya.
“Aku juga Ben, bantu aku cari klitorisku dong!” katanya menarik tanganku ke vaginanya.
Sambil penisku terus dihisapnya kumainkan klitorisnya dengan tanganku dan…
“Achh… a… achh… achh… ahh…” desahku sambil menembakkan spermaku dalam mulutnya.
“Aku juga Ben…” katanya sambil menjepit tanganku dalam vaginanya.
“Ach… ah… aa.. ach…” desahnya.
“Aku tidur di sini yach, nanti bangunin aku jam lima sebelum ayah bagun,” katanya sambil menutup mata dan kemudian tertidur, di sampingku.
Tepat jam lima pagi aku bangun dan membangunkanya, kemudian ia bergegas ke kamar madi dan mempersiapkan diri untuk sekolah, begitu juga dengan aku. Yang aneh siang ini tidak seperti biasanya Lusi tidak pulang bersamaku karena ia ada les privat, sedangkan di rumah cuma ada Mbak Riri, dan anehnya siang-siang begini Mbak Riri di rumah memakai kaos ketat dan rok mini seperti sedang menunggu sesuatu.
“Siang Ben! baru pulang? Lusi mana?” tanyanya.
“Lusi lagi les, katanya bakal pulang sore,” kataku, “Loh Mbak sendiri kapan pulang? katanya dari Solo yach?”
“Aku pulang tadi malem jam tigaan,” katanya.
“Ben, tadi malam kamu teriak sendirian di kamar ada apa?”
Wah gawat sepertinya Mbak Riri dengar desahannya Lusi tadi malam.
“Ach tidak kok, cuma ngigo,” kataku sambil berlalu ke kamar.
“Ben!” panggilnya, “Temenin Mbak nonton VCD dong, Mbak males nich nonton sendirian,” katanya dari kamarnya.
“Bentar!” kataku sambil berjalan menuju kamarnya, “Ada film apa Mbak?” tanyaku sesampai di kamarnya.
“Liat aja, nanti juga tau,” katanya lagi.
“Mbak lagi nungguin seseorang yach?” tanyaku.
“Mbak, lagi nungguin kamu kok,” katanya datar, “Tuh liat filmnya udah mulai.”
“Loh inikan…?” kataku melihat film BF yang diputarnya dan tanpa meneruskan kata-kataku karena melihat ia mendekatiku. Kemudian ia mulai mencium bibirku.
“Mbak tau kok yang semalam,” katanya, “Kamu mau enggak ngelayanin aku, aku lebih pengalaman dech dari Lusi.”
Wah pucuk di cinta ulam tiba, yang satu pergi datang yang lain.
“Mbak, aku kan adik yang berbakti, masak nolak sich,” godaku sambil tangan kananku mulai masuk ke dalam rok mininya menggosok-gosok vaginanya, sedangkan tangan kiriku masuk ke kausnya dan memencet-mencet payudaranya yang super besar.
“Kamu pinter dech, tapi sayang kamu nakal, pinter cari kesempatan,” katanya menghentikan ciumannya dan melepaskan tanganku dari dada dan vaginanya.
“Mbak mau ngapain, kan lagi asyik?” tanyaku.”Kamu kagak sabaran yach, Mbak buka baju dulu terus kau juga, biar asikkan?” katanya sambil membuka bajunya.
Aku juga tak mau ketinggalan, aku mulai membuka bajuku sampai pada akhirnya kami berdua telanjang bulat.
“Tubuh Mbak bagus banget,” kataku memperhatikan tubuhnya dari atas sampai ujung kaki, benar-benar tidak ada cacat, putih mulus dan sekal.
Ia langsung mencumbuku dan tangan kanannya memegang penisku, dan mengarahkan ke vaginanya sambil berdiri.
“Aku udah enggak tahan Ben,” katanya.
Kuhalangi penisku dengan tangan kananku lalu kumainkan vaginanya dengan tangan kiriku.
“Nanti dulu ach, beginikan lebih asik.”
“Ach… kamu nakal Ben! pantes si Lusi mau,” katanya mesra.baca juga foto bugil abg terbaru
“Ben…! Mbak…! lagi dimana kalian?” terdengar suara Lusi memanggil dari luar.
“Hari ini guru lesnya tidak masuk jadi aku dipulangin, kalian lagi dimana sich?” tanyanya sekali lagi.
“Masuk aja Lus, kita lagi pesta nich,” kata Mbak Riri.
“Mbak! Entar kalau Lusi tau gimana?” tanyaku.
“Ben jangan panggil Mbak, panggil aja Riri,” katanya dan ketika itu aku melihat Lusi di pintu kamar sedang membuka baju.
“Rir, aku ikut yach!” pinta Lusi sambil memainkan vaginanya.
“Ben kamu kuat nggak?” tanya Riri.
“Tenang aja aku kuat kok, lagian kasian tuch Lusi udah terangsang,” kataku.
“Lus cepet sinih emut ‘Beni Junior’,” ajakku.
Tanpa menolak Lusi langsung datang mengemut penisku.
“Mending kita tiduran, biar aku dapet vaginamu,” kataku pada Riri.
“Ayo dech!” katanya kemudian mengambil posisi.
Riri meletakkan vaginanya di atas kepalaku, dan kepalanya menghadap vagina Lusi yang sedang mengemut penisku.
“Lus, aku maenin vaginamu,” katanya.
Tanpa menunggu jawaban dari Lusi ia langsung bermain di vaginanya.Permainan ini berlangsung lama sampai akhirnya Riri menegangkan pahanya, dan… “Ach… a… aach… aku keluar…” katanya sambil menyemprotkan cairan di vaginanya.
“Sekarang ganti Lusi yach,” kataku.
Kemudian aku bangun dan mengarahkan penisku ke vaginanya dan masuk perlahan-lahan.
“Ach… aach…” desah Lusi.
“Kamu curang, Lusi kamu masukin, kok aku tidak?” katanya.
“Abis kamu keluar duluan, tapi tenang aja, nanti abis Lusi keluar kamu aku masukin, yang penting kamu merangsang dirimu sendiri,” kataku.
“Yang cepet dong goyangnya!” keluh Lusi.
Kupercepat goyanganku, dan dia mengimbanginya juga.
“Kak, ach… entar lagi gant… a… ach.. gantian yach, aku.. mau keluar ach… aa… a… ach…!” desahnya, kemudian lemas dan tertidur tak berdaya.
“Ayo Ben tunggu apa lagi!” kata Riri sambil mengangkang mampersilakan penisku untuk mencoblosnya.
“Aku udah terangsang lagi.”
Tanpa menunggu lama aku langsung mencoblosnya dan mencumbunya.
“Gimana enak penisku ini?” tanyaku.
“Penis kamu kepanjangan,” katanya, “tapi enak!”.
“Kayaknya kau nggak lama lagi dech,” kataku.
“Sama, aku juga enggak lama lagi,” katanya, “Kita keluarin sama-sama yach!” terangnya.
“Di luar apa di dalem?” tanyaku lagi.
“Ach… a… aach… di.. dalem… aja…” katanya tidak jelas karena sambil mendesah.
“Maksudku, ah.. ach.. di dalem aja… aah… ach… bentar lagi…”
“Aku… keluar… ach… achh… ahh…” desahku sambil menembakkan spermaku.
“Ach… aach… aku… ach.. juga…” katanya sambil menegang dan aku merasakan cairan membasahi penisku dalam vaginanya.
Akhirnya kami bertiga tertidur di lantai dan kami bangun pada saat bersamaan.
“Ben aku mandi dulu yach, udah sore nich.”
“Aku juga ach,” kataku.
“Ben, Lus, lain kali lagi yach,” pinta Riri.
“Itu bisa diatur, asal lagi kosong kayak gini, ya nggak Ben!” kata Lusi.
“Kapan aja kalian mau aku siap,” kataku.
“Kalau gitu kalian jangan mandi dulu, kita main lagi yuk!” kata Riri mulai memegang penisku.
Akhirnya kami main lagi sampai malam dan kebetulan ayah dan ibu telepon dan mengatakan bahwa mereka pulangnya besok pagi, jadi kami lebih bebas bermain, lagi dan lagi. Kemudian hari selanjutya kami sering bermain saat situasi seperti ini, kadang tengah malam hanya dengan Riri atau hanya Lusi. Oh bapak tiri, ternyata selain harta banyak, kamu juga punya dua anak yang siap menemaniku kapan saja, ohh nikmatnya hid.
Kisah Seks,Cerita Sex,Cerita Panas,Cerita Bokep,Cerita Hot,Cerita Mesum,Cerita Dewasa,Cerita Ngentot,Cerita Sex Bergambar,Cerita ABG,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Sedarah,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Pasutri.
Duniabola99.com – foto gadis muda yang jalan jalan bersama pacarnya kehutan tiba-tiba sange nengentot bersama pacarnya dijalan beralas haduk dan melakukan ngentot gaya anjing dan masih banyak posisi hot dan menembakkan sperma yang banyak keatas memeknya yang tanpa bulu.
Cerita Sex ini berjudul ” Pemuas Nafsu Seks ” Cerita Dewasa,Cerita Hot,Cerita Sex Panas,Cerita Sex Bokep,Kisah Seks,Kisah Mesum,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Sedarah,Cerita Sex Janda,Jilbab,Terbaru 2018.
Duniabola99.com – Aku bekerja di perusahaan kontraktor swasta di daerah Indramayu yang mempunyai sekitar 20 pegawai dan 3 orang diantaranya adalah wanita. Pada umumnya pegawai-pegawai itu datang dari desa sekitar perusahaan ini berada dan rata-rata pegawai prianya sudah bekerja di perusahaan ini sekitar 15 tahunan lebih, sedangkan aku diperbantukan dari kantor pusat di Jakarta dan baru sekitar 1 tahun di kantor cabang ini sebagai kepala personalia merangkap kepala keuangan. Karena pindahan dari kantor pusat, maka aku dapat tinggal di rumah yang disewa oleh perusahaan. Istriku tidak ikut tinggal di sini, karena dia juga kerja di Jakarta, jadi kalau tidak aku yang ke Jakarta setiap Jum’at sore dan kembali hari Minggu sore atau istriku yang datang.
Hubungan antar para pekerja begitu akrab, sehingga beberapa diantara mereka ada yang sudah menganggap aku sebagai saudara atau anaknya saja. Dalam situasi seperti sekarang ini, perusahaan dimana aku bekerja juga mengalami krisis yang cukup serius dan jasa pekerjaan yang kami terima dari perusahaan kilang minyak dan perusahaan lainnya juga semakin berkurang. Hal ini mengakibatkan pimpinanku memerintahkan untuk mengurangi beberapa orang pegawainya dan ini harus kulaksanakan dalam waktu sebulan ini.Setelah kupilah-pilah dari 20 orang pegawai itu, lalu aku mengambil 5 orang pegawai yang paling tua dan yang dalam 1 atau 2 tahun ini akan mencapai usia 55 tahun, lalu aku menyuruh sekretaris kantor yang bernama Sri (samaran) dan juga dari penduduk di sekitar perusahaan untuk mengetik draft surat-surat yang sudah kupersiapkan dan rencanaku dalam 2 minggu ini masing-masing pegawai akan kupanggil satu persatu untuk keberikan penjelasan sekaligus memberikan golden shake hand pesangon yang cukup besar. Sri adalah salah satu diantara 3 pekerja wanita di sini dan umur mereka bertiga sekitar 30 tahunan. Sri, menurut teman-teman kerjanya adalah seorang pegawai yang agak sombong, entah apa yang disombongkan atau mungkin karena merasa yang paling cantik diantara ke 2 wanita lainnya.Padahal kalau aku bandingkan dengan pekerja wanita di kantor pusat Jakarta, belum ada apa-apanya. Suaminya Sri menurut mereka itu sudah setahun ini bekerja di Arab sebagai TKI. Di hari Jum’at sore, sewaktu aku besiap siap akan pulang, tiba-tiba muncul salah seorang pegawai yang biasa kupanggil Pak Tus datang menghadap ke ruangan kantorku.“Ada apa Pak Tus”, tanyaku.
“Ini…, Pak…, kalau Bapak ada waktu, besok saya ingin mengajak Bapak untuk melihat kebun buah-buahan di daerah pegunungan sekitar Kuningan dan peninggalan orang tua saya, siapa tahu Bapak tertarik untuk membelinya”. Setelah kipikir sejenak dan sekaligus untuk menyenangkan hatinya karena Pak Tus ini adalah salah satu dari pegawai yang akan terkena PHK, segera saja permintaannya kusetujui.
“Oke…, Pak Tus, boleh deh, kebetulan saya tidak punya acara di hari Sabtu dan Minggu ini…, kita pulang hari atau nginap Pak…?
“Kalau Bapak nggak keberatan…, kita nginap semalam di gubuk kami…, Pak.., dan kalau Bapak tidak berkeberatan, saya akan membawa Istri, anak dan cucu saya, Biar agak ramai sekaligus untuk masak.., karena tempatnya agak jauh dari warung”, jawab Pak Tus dengan wajah berseri.
“Yapi…, Pak…, saya tidak punya kendaraan.., lanjut Pak Tus dengan wajah agak sedih”.
“Pak…, Tus…, soal kendaraan jangan terlalu di pikir, kita pakai Kijang saya saja.., dan Pak Tus boleh membawa semua keluarganya, asal mau berdesak-desakan di Kijang dan besok jam 10 pagi akan saya jemput ke rumah Pak Tus”, sahutku dan Pak Tus dengan wajah berseri kembali lalu mengucapkan terima kasih dan pamit untuk pulang. “Besok paginya sekitar jam 10 pagi aku menjemput ke rumah Pak Tus yang boleh dibilang rumah sangat sederhana. Di depan rumahnya aku disambut oleh Pak Tus dan Istrinya. Aku agak terkejut, karena Isrinya kelihatan jauh lebih muda dari yang kuduga. Dia kutaksir berumur sekitar 35 tahunan dan walau tinggal di kampung tapi sepertinya tidak ketinggalan jaman. Istri Pak Tus mengenakan rok dan baju agak ketat tanpa lengan serta ukuran dadanya sekitar 36C.“silakan masuk…, Pak…”, katanya hampir serentak,
“Ma’af Pak…, rumahnya jelek”, sambung Pak Tus.
“Ah, Bapak dan Ibu.., bisa saja, Oh iya…, anak dan cucu nya apa jadi ikut?”, sahutku sambil bertanya karena aku tidak melihat mereka.
“Oh…, si Nining (mana disamarkan) sedang di belakang menyiapkan barang-barang bawaannya dan cucu saya tidak mau pisah dari ibunya”, sahut Pak Tus.Tidak lama kemudian dari belakang muncul wanita muda yang tidak bisa dibilang jelek dengan tinggi sekitar 160 Cm serta memakai T shirt ketat sedang menggendong anak laki-laki dan tangan satunya menjinjing tas agak besar, mungkin berisi pakaian.“Pak..”, kata Pak Tus, yang membuatku agak kaget karena aku sempat terpesona dengan body Nining yang yang aduhai serta berjalan dengan dada yang menantang walau ukuran dadanya boleh dibilang tidak besar.
“Paak…, ini kenalkan anak perempuan saya…, Nining dan ini cucu saya Dodi”. Kusambut uluran tangan Nining serta kujabat tangannya yang terasa agak dingin dan setelah itu kucubit pipi Dodi.
“Ayo…, Pak…”, ajak Pak Tus, “Kita semua sudah siap dan bisa berangkat sekarang”.
“Lho…, apa bapaknya Dodi tidak ikut…, Pak?, tanyaku dan kulihat Pak Tus saling berpandangan dengan Istrinya, tapi yang menyahut malah Nining. “Enggak kok…, Pak…, dia lagi pergi jauh”.
“Ayo…, lah kalau begitu…, kita bisa berangkat sekarang.., Pak”, kataku walau aku masih ada tanda tanya besar dalam hatiku soal suami Nining.Sesampainya tempat yang dituju, aku jadi terkagum-kagum dengan kebun yang dimiliki Pak Tus yang cukup luas dan tertata rapi serta seluruhnya ditanami pohon buah-buahan, bahkan banyak yang sedang berbuah. Rumah yang boleh dibilang tidak besar, terletak di bagian belakang kebun itu.“Ayo…, Pak, kita beristirahat dulu di gubuk, nanti setelah itu kita bisa keliling kebun melihat pohon-pohon yang ada”, kata bu Tus dan disambut dengan sahutan Pak Tus.
“Iyaa…, Pak…, silakan istirahat ke rumah dulu, biar Istri saya menyiapkan minum buat Bapak, sedang saya mau ketemu dengan yang menjaga kebun ini.Lalu aku dan Bu Tus berjalan beriringan menuju rumahnya dan sepanjang perjalanan menuju rumah kupuji kalau kebunnya cukup luas serta terawat sangat baik.“Aahh…, Bapak…, jangan terlalu memuji…, kebun begini.., kok dibilang bagus.., tapi inilah kekayaan kami satu-satunya dan peninggalan mertua”, kata bu Tus yang selalu murah senyum itu. Ketika mendekati rumah, Bu Tus lalu berkata,
“silakan Pak…, masuk”, dan aku segera katakan, “silakan…, sambil bergeser sedikit untuk memberi jalan pada bu Tus.Entah mengapa, kami berdua berjalan bersama masuk pintu rumah sehingga secara tidak sengaja tangan kiriku telah menyenggol bagian dada bu Tus yang menonjol dan kurasakan empuk sekali. Sambil kupandangi wajah bu Tus yang kelihatan memerah, segera kukatakan.“Maaf…, bu…, saya tidak sengaja”, Bu Tus tidak segera menjawab permintaan maafku, aku jadi merasa agak nggak enak dan takut dia marah, sehingga kuulangi lagi.
“Benar…, buu…, saya tidak sengaja…”.
“Aahh..”, Pak Pur.., saya nggak apa apa kok…, hanya…, agak kaget saja, lupakan.., Pak…, cuma gitu saja…, kok”, kata bu Tus sambil tersenyum. “Oh iya…, Bapak mau minum apa”, tanya bu Tus.
“Terserah Ibu saja deh”.
“Lhoo…, kok terserah saya..?”.
“Air putih juga boleh kok bu”. Setelah bu Tus ke belakang, aku lalu duduk di ruang tamu sambil memperhatikan ruangan nya model rumah kuno tetapi terawat dengan baik.Tidak terlalu lama, kulihat bu Tus yang telah mengganti bajunya dengan baju terusan seperti baju untuk tidur yang longgar berjalan dari belakang sambil membawa baki berisi segelas teh dan sesampainya di meja tamu dimana aku duduk, bu Tus meletakkan gelas minuman untukku sambil sedikit membungkuk, sehingga dengan jelas terlihat dua gundukan besar yang menggantung didadanya yang tertutup BH dan bagian dalam badannya, membuat mataku sedikit melotot memperhatikannya.“Iihh…, matanya Pak Puur…, kok…, nakal.., yaa”, katanya sambil menyapukan tangannya dimukaku serta tersenyum.Aku jadi agak malu dikatakan begitu dan untuk menutupi rasa maluku, aku jawab saja sambil agak bergurau.“Habiis…, bu Tus berdirinya begitu…, sih. “Aahh…, bapak ini…, kok sepertinya…, belum pernah melihat seperti itu saja”, sahut bu Tus yang masih berdiri di dekatku dan mencubit tanganku.
“Betul kok…, buu…, saya belum pernah melihat yang seperti itu, jadi boleh kan buu…, saya lihat lagi..?”.
“aahh…, bapak..”, kembali mencubitku tetapi sekarang di pipiku sambil terus berjalan ke belakang.Setelah minuman kuhabiskan, aku lalu balik keluar menuju ke kebun dan ngobrol dengan pak Tus yang sedang membersihkan daun-daun yang berserakan. Selang berapa lama, kulihat bu Tus datang dari dalam rumah sambil membawa gulungan tikar dan setelah dekat lalu menggelar tikarnya di kebun sambil berkata kepada suaminya.“Paak…, kita ajak Pak Pur makan siang disini saja…, yaa”, dan pak Tus tidak menjawab pertanyaan istrinya tetapi bertanya kepadaku.
“Nggak…, apa-apa…, kan.., paak.., makan di kebun..? Biar tambah nikmat”.
“Nggak apa apa kok.., paak”, jawabku.Tidak lama kemudian dari arah rumah tetangganya, kulihat Nining yang sudah mengganti bajunya dengan baju terusan yang longgar seperti ibunya datang membawa makanan dan sambil membungkuk meletakkan makanan itu di tikar dan aku yang sedang duduk di tikar itu kembali melihat buah yang menggantung di dada, dan sekarang dadanya Nining. Kelihatan sekali kalau Nining tidak mengenakan BH dan ukurannya tidak besar. Nining tidak sadar kalau aku sedang memperhatikan buah dadanya dari celah bajunya pada saat menaruh dan menyusun makanan di tikar.Setelah Nining pergi, sekarang datang Ibunya sambil membawa makanan lainnya dan ketika dia membungkuk menaruh makanan, kembali aku disungguhi pemandangan yang sama dan sekarang agak lama karena makanan yang disusun oleh Nining, disusun kembali oleh bu Tus. Tidak kuduga, tiba-tiba bu Tus sambil tetap menyusun makanan lalu berkata agak berbisik, mungkin takut didengar oleh suaminya yang tetap masih bekerja membersihkan daun-daun tidak jauh dari tempatku duduk.“Paak…, sudah puas melihatnyaa..?” . Lalu kudekatkan wajahku sambil membantu menyusun makanan dan kukatakan pelan,
“Beluum…, buu…, saya kepingin memegangnya dan menghisapnyaa”. Bu Tus langsung mencubitkan tangannya di pahaku sambil berkata pelan,
“Awas…, yaa…, nanti saya gigit punya bapak.., baru tahu”, sambil terus berjalan.Sekarang muncul lagi Nining dan kembali meletakkan makanan sambil membungkuk dan kembali terlihat buah dadanya dan kepingin rasanya kupegang. Rupanya Nining tahu kalau aku sedang memperhatikan dadanya, lalu dia berbisik.“Paakk…, matanya kok nakal…, yaa…”, tapi tanpa menutupnya dan langsung saja kujawab,
“aam…, habis bagus siih…, pingin pegang…,boleh apa nggak?”, Nining hanya tersenyum sambil mencubit tanganku lalu pergi.Setelah itu kami berempat makan di tikar dan nikmat sekali rasanya makan di kebun dan setelah selesai makan, Nining pamit untuk memberi makan anaknya di rumah bibinya. Ketika kutanyakan ke Pak Tus, kemana suaminya Nining segera Pak Tus menceritakan keluarganya., bahwa Istri Pak Tus ini adalah adik kandung dari Istri pertamanya yang sudah meninggal dan Nining adalah anak satu-satunya dari istri pertamanya. Sedang Nining sudah bercerai dari suaminya pada saat Nining hamil, suaminya meninggalkan begitu saja karena kawin dengan wanita lain. Tidak terasa kami ngobrol di kebun cukup lama dan mungkin karena hawanya agak dingin dan anginnya agak keras, aku merasa seperti sedang masuk angin.Sementara Pak Tus dan istrinya membereskan sisa makan siang, aku memukul-mukul perutku untuk membuktikan apa benar aku sedang masuk angin dan ternyata benar. Perbuatanku memukul perut rupanya diketahui oleh Pak Tus dan istrinya.“Kenapa paak..”, tanya mereka hampir serentak.
“Nggak apa apa kok…, cuman masuk angin sedikit”.
“Paak…, masuk angin kok…, dibilang nggak apa apa..”, jawab Pak Tus
“Apa bapak biasa dikerokin”, lanjutnya.
“Suka juga sih paak”, jawabku. “Buu…, biar saya yang beresin ini semua…, itu tolong kerokin dan pijetin Pak Puur, biar masuk anginnya hilang”, kata Pak Tus.
“Oh…, iya.., Buu”, lanjut Pak Tus,
“Habis ini saya mau mancing ikan di kali belakang, siapa tahu dapat ikan untuk makan malam nanti…”.
“Pak Tuus…, nanti kalau masuk angin saya hilang, saya mau ikut mancing juga”, kataku.
“Ayoo…, pak Puurr.., kita ke rumah…, biar saya kerokin di sana…, kalau di sini nanti malah bisa sakit beneran.Sesampainya di dalam rumah lalu bu Tus berkata,“Paak…, silakan bapak ke kamar sini saja”, sambil menunjuk salah satu kamar, dan
“Saya ke belakang sebentar untuk mengambil uang untuk kerokannya”. Tidak lama kemudian bu Tus muncul ke dalam kamar dan menutup pintunya dan menguncinya.
“Paak…, kerokannya di tempat tidur saja yaa…, dan tolong buka kaosnya”. Setelah beberapa tempat di punggungku dikerokin, bu Tus berkomentar. “Paakk…, rupanya bapak masuk angin beneran…, sampai merah semua badan bapak”.Setelah hampir seluruh punggungku dikerokin dan dipijitin, lalu bu Tus memintaku untuk tidur telentang.“Paak…, sekarang tiduran telentang…, deh…, biar bisa saya pijitin agar angin yang di dada dan perut bisa keluar juga. Kuturuti permintaannya dan bu Tus naik ke tempat tidur di samping kiriku dan mulai memijit kedua bahuku.Dengan posisi memijit seperti ini, tentu saja kedua payudara bu Tus terlihat sangat jelas dan bahkan seringkali menyentuh wajahku sehingga mau tak mau membuat penisku menjadi tegang. Karena sudah tidak kuat menahan diri, kuberanikan untuk memegang kedua payudaranya dan bu Tus hanya berkata pelan.“Jangaan…, paak…, sambil tetap memijit bahuku.
“Kenapa buu…”, tanyaku sambil melepas pegangan di payudaranya.
“Nggak…, apa apa kok…, paak”, jawabnya pelan sambil tersenyum.Karena tidak ada kata-kata lainnya, maka kuberanikan lagi untuk menyelusupkan tangan kiriku ke dalam bajunya bagian bawah serta kupegang vaginanya dan kembali terdengar suara bu Tus.“Paakk…, sshh…, jangaan…, aahh…”, dan badannya dijatuhkan ke badanku serta bibirnya bertemu dengan bibirkuDengan tidak sabar, lalu kuangkat rok terusannya ke atas dan kulepaskan dari kepalanya sehingga badannya telanjang hanya tertutup oleh BH dan CD saja, lalu segera badannya kubalik sehingga aku sekarang ada di atas badannya dan segera kaitan BH-nya kulepas sehingga tersembul buah dadanya yang besar.Kujilati dan kuhisap kedua payudaranya bergantian dan bu Tus hanya berdesah pelan.“sshh…, aahh…, paak…, sshh…, dan tangan kiriku kugunakan untuk melepas CD-nya dan kumasukkan jariku diantara belahan vaginanya yang sudah basah dan ini mungkin membuat bu Tus semakin keenakan dan terus mendesah.
“sshh…, aduuhh…, paakk…, sshh…, aahh”.Sambil tetap Kujilati payudaranya, sekarang kugunakan tanganku untuk melepas celana panjang dan CD-ku dan setelah berhasil, kembali kugunakan jari tanganku untuk mempermainkan vaginanya dan kembali kudengar desahannya.“sshh…, aahh…, paak…, sshh…, ayoo.., paak”, dan kurasakan bu Tus telah membukakan kedua kakinya agak lebar.Walau tidak bilang kurasa bu Tus sudah tidak tahan lagi, maka segera saja kuarahkan penisku ke arah vaginanya dan kedua tangannya telah melingkar erat di punggungku. Belum sempat aku siap-siap,“Bleess…”, penisku masuk ke dalam vaginanya akibat bu Tus menekan kuat-kuat punggungku dan bu Tus berteriak agak keras,
“aahh..”, sehingga terpaksa mulutnya segera kusumpal dengan bibirku agar teriakannya tidak terdengar sampai keluar kamar.Sambil kujilati payudaranya, aku menggerakkan pantatku naik turun sehingga penisku keluar masuk vaginanya dan menimbulkan bunyi.“ccrreett…, ccrreett…, ccrreett”, dan dari mulut bu Tus terdengar desahan yang agak keras,
“Aahh…, sshh…, paak…, aahh..”, dan tidak lama kemudian bu Tus semakin cepat menggerakkan pinggulnya dan tiba-tiba kedua kakinya dilingkarkan kuat-kuat di punggungku sehingga mempersulit gerakan keluar masuk penisku dan terdengar suaranya yang agak keras,
“aaduuhh.., sshh…, aahh…, aaduuhh…, paakk…, aarrhh.., sambil menekan kuat-kuat badanku lalu bu Tus terdiam, dengan nafas yang cepat.Untuk sementara, kudiamkan dulu sambil menunggu nafas bu Tus agak normal kembali dan tidak lama kemudian, sambil menciumi wajahku, bu Tus berkata. “Paakk…, sudah lamaa…, saya…, tidak pernah seperti ini…, terima kasih…, paak”. Setelah nafasnya kembali normal dan penisku masih tetap di dalam vaginanya, lalu kuminta bu Tus untuk menungging.
“Paak…, saya belum pernah seperti itu”, katanya pelan.
“Nggak apa-apa kok buu…, nanti juga bisa”, kataku sambil mencabut penisku dari vaginanya yang sangat basah.Kubalik badannya dan kuatur kakinya sehingga posisinya nungging, bu Tus hanya mengikuti kemauanku dan menaruh kepalanya di bantal. Lalu kudekatkan wajahku di dekat vaginanya dan kujulurkan lidahku ke dalam lubang vaginanya dan kupermainkan, sambil kupegang kedua bibir vaginanya, bu Tus hanya menggerakkan pantatnya pelan-pelan. Tetapi setelah bu Tus memalingkan kepalanya dan menengok ke arah bawah serta tahu apa yang kuperbuat, tiba-tiba bu Tus menjatuhkan badannya serta berkata agak keras,“Paakk…, jangaan”, sambil berusaha menarik badanku ke atas.Terpaksa kudekati dia dan sambil kucium bibirnya yang mula-mula ditolaknya, lalu kutanya,“Kenapa…, buu..?
“Paakk…, jangaan…, itu kan kotoor..”, Sambil agak berbisik, segera kutanyakan.
“Buu…, apa ibu belum pernah…, dijilati seperti tadi..?”.
“Beluum.., pernah paak..”, katanya.
“Buu…, nggak apa-apa.., kok…, coba deh…, pasti nanti ibu akan nikmat..”, sambil kutelentangkan dan kutelisuri badannya dengan jilatan lidahku.Sesampainya di vaginanya, kulihat tangan bu Tus digunakan untuk menutupi vaginanya, tapi dengan pelan-pelan berhasil kupindahkan tangannya dan segera kuhisap clitorisnyanya yang membuat bu Tus menggelinjang dan mendesah.“Paakk…, jangaann…, aahh…, aduuhh”, tapi kedua tangannya malah diremaskan di kepalaku dan menekannya ke vaginanya.Kelihatannya bu Tus sudah tahu nikmat vaginanya dihisap dan dijilati, sehingga sekarang semakin sering kepalaku ditekan ke vaginanya disertai desahan-desahan halus,“aahh…, sshh…, aahh…, aaccrrhh”, seraya menggerak-gerakkan pinggulnya.Jilatan serta hisapanku ke seluruh vagina bu Tus membuat gerakan pinggulnya semakin cepat dan remasan tangannya di rambutku semakin kuat dan tidak lama kemudian, lagi-lagi kedua kakinya dilingkarkan ke bahuku dan menjepitnya kuat-kuat disertai dengan desahan yang cukup keras“aahh…, aaduuh…, sshh…, aaccrrhh…, paakk…, adduuhh…, aacrrhh.Kulihat bu Tus terdiam lagi dengan nafasnya yang terengah-engah sambil mencoba menarik badanku ke atas dan kuikuti tarikannya itu, sesampainya kepalaku di dekat kepalanya, bu Tus sambil masih terengah-engah mengatakan,“Paakk…, enaak…, sekalii…, paak..,. terima kasiih..”. Pernyataannya itu tidak kutangapi tetapi aku berusaha memasukkan penisku ke dalam vaginanya, dan karena kakinya masih terbuka, maka penisku yang masih sangat tegang itu dapat masuk dengan mudah.Karena nafas bu Tus masih belum normal kembali, aku hanya menciumi wajahnya dan diam menunggu tanpa menggerakkan pinggulku, tetapi dalam keadaan diam seperti ini, terasa sekali penisku terhisap keras oleh vaginanya dan terasa sangat nikmat dan kubilang,“Buu…, ituu…, Buu…, enaakk…, laggii…, buu”, dan mungkin ingin membuatku keenakan, kurasakan sedotannya semakin keras saja dan,
“Buu…, teruuss…, buu…, enaakk.., aaduuh”. Setelah nafasnya kembali normal, lalu kuangkat kedua kaki bu Tus dan kutempatkan di atas bahuku dan bu Tus hanya diam saja mengikuti kemauanku.Dengan posisi begini, terasa penisku semakin dalam menusuk ke vaginanya dan ketika penisku kuhentakkan keluar masuk vaginanya, bu Tus kembali berdesah,“Aahh…, Paakk…, enaakk…, Paakk…, aahh…, sshh”, dan akupun yang sudah hampir mendekati klimaks ikut berdesah,
“aahh…, sshh…, aaccrrhh…, Buu.., aahh”, sambil mempercepat gerakan penisku keluar masuk vaginanya dan ketika aku sudah tidak dapat menahan air maniku segera saja kukatakan,
“Buu…, Buu…, saayaa…, sudah mau keluar…, aahh…, taahaan…, yaa…, Buu..”, dan bu Tus sambil memelukku kuat-kuat, menganggapinya dengan mengatakan,
“Paakk…, ayoo…, cepaatt…, Paakk…”, dan kutekan penisku kuat-kuat menusuk vaginanya sambil berteriak agak keras,
“aahh…, aacrrhh…, bbuu…, aahh..”, Aku sudah tidak memperhatikan lagi apa yang diteriakkan bu Tus dan yang aku dengar dengan nafasnya yang terengah-engah bu Tus menciumi wajahku sambil berkata,
“Teriimaa…, kasiih…, paakk…, saayyaa…, capeek…, sekali.., paakk”. Setelah istirahat sebentar dan nafas kami kembali agak normal, bu Tus mengambil CD-nya dan dibersihkannya penisku hati-hati.Aku segera mengenakan pakaianku dan keluar menuju sungai untuk menemani pak Tus memancing. “Sudah dapat berapa Paak ikannya..”, tanyaku setelah dekat.“ooh…, bapaak…, sudah tidak masuk angin lagi…, paak..?”, dan lanjutnya, “Lumayan paak.., sudah dapat beberapa ekor dan bisa kita bakar nanti malam.Malam harinya setelah makan dengan ikan bakar hasil pancingannya pak Tus, kami berempat hanya ngobrol di dalam rumah dan suasananya betul-betul sepi karena tidak ada TV ataupun radio, yang terdengar hanyalah suara binatang-binatang kecil dan walaupun sudah di dalam rumah tetapi hawanya terasa dingin sekali, maklum saja karena kebun pak Tus berada di kaki bukit.Sambil ngobrol kutanyakan pada Nining,“Aam…, ke mana anaknya..? Kok dari tadi tidak kelihatan”
“oohh…, sudah tidur paak”, katanya.Karena suasana yang sepi ini, membuat orang jadi cepat ngantuk dan benar saja tidak lama kemudian Nining pamit mau tidur duluan. Sebetulnya aku juga sudah mengantuk demikian juga kulihat mata bu Tus sudah layu, tetapi karena pak Tus masih bersemangat untuk ngobrol maka obrolan kami lanjutkan bertiga. Tidak lama kemudian, bu Tus juga pamit untuk tidur duluan dan mungkin pak Tus melihatku menguap beberapa kali, lalu pak Tus berkata padaku,“Paak…, lebih baik kita juga nyusul tidur”.
“Betul…, paak, karena hawanya dingin membuat orang cepat mengantuk”, jawabku.
“ooh…, iyaa…, paak.., silakan bapak tidur di kamar yang sebelah depan”, kata pak Tus sambil menunjuk arah kamar dan lanjutnya lagi,
“Maaf…, yaa.., paakk.., rumahnya kecil dan kotor lagi”.
“aahh…, pak Tus…, ini selalu begitu”,jawabku.Aku segera bangkit dari dudukku dan berjalan menuju kamar depan yang ditunjuk oleh pak Tus. Tetapi setelah masuk ke kamar yang ditunjuk oleh pak Tus, aku jadi sangat terkejut karena di kamar itu telah ada penghuninya yang telah tidur terlebih dahulu yaitu Nining dan anaknya. Karena takut salah kamar, aku segera keluar kembali untuk menanyakan kepada pak Tus yang kebetulan baru datang dari arah belakang rumah, lalu segera kutanyakan,“Maaf…, paak…, apa saya tidak masuk kamar yang salah?”, kataku sambil menunjuk kamar dan pak Tus langsung saja menjawab,
“Betuul…, paak…, dan maaf kalau Nining dan anaknya tidur di situ…, habis kamarnya hanya dua…, mudah-mudahan mereka tidak mengganggu tidur bapak”, kata pak Tus.
“ooh…, ya sudah kalau begitu paak…, saya hanya takut salah masuk kamar…, oke kalau begitu paak…, selamat malaam”. Aku segera kembali masuk ke kamar dan menguncinya.Dapat kuceritakan kepada para penggemar situs 17Tahun, kamar ini mempunyai hanya satu tempat tidur yang lebar dan Nining serta anaknya tidur disalah satu sisi, tetapi anaknya ditaruh di sebelah pinggir tempat tidur dan dijaga dengan sebuah bantal agar supaya tidak jatuh.Setelah aku ganti pakaianku dengan sarung dan kaos oblong, pelan-pelan aku menaiki tempat tidur agar keduanya tidak terganggu dan aku mencoba memejamkan mataku agar cepat tidur dan tidak mempunyai pikiran macam-macam, apalagi badanku terasa lelah sekali. Baru saja aku akan terlelap, aku terjaga dan kaget karena dadaku tertimpa tangan Nining yang merubah posisi tidurnya menjadi telentang. Aku jadi penasaran, ini sengaja apa kebetulan tetapi setelah kulirik ternyata nafas Nining sangat teratur sehingga aku yakin kalau Nining memang telah tidur lelap, tetapi kantukku menjadi hilang melihat cara Nining tidur.Mungkin sewaktu tidur tadi dia lupa mengancingkan rok atasnya sehingga agak tersingkap dan belahan dada yang putih terlihat jelas dan rok bawahnya tersingkap sebagian, hingga pahanya yang mulus itu terlihat jelas. Hal ini membuat kantukku hilang sama sekali dan membuat penisku menjadi tegang. Kepingin rasanya memegang badannya, tetapi aku takut kalau dia berteriak dan akan membangunkan seluruh rumah. Setelah kuperhatikan sejenak lalu kugeser tubuhku menjauh sehingga tangannya yang berada di dadaku terjatuh di samping badannya dan kudengar Nining menarik nafas panjang seperti terjaga.Setelah kudiamkan sejenak, seolah mengganti posisi tidur lalu kumiringkan tidurku menghadap ke arahnya dan kujatuhkan tangan kiriku pelan-pelan tepat di atas buah dadanya. Nining tidak bereaksi jadi aku mempunyai kesimpulan kalau dia memang telah tidur nyenyak sekali. Perasaanku semakin tidak menentu apalagi tangan kiriku berada di badannya yang paling empuk, tetapi aku tidak berani berbuat lebih jauh, takut Nining jadi kaget dan berteriak. Aku berpikir harus bagaimana agar Nining tidak kaget, tetapi belum sempat aku menemukan apa yang akan kulakukan, Nining bergerak lagi mengganti posisi tidurnya dan sekarang menghadap ke arahku dan tangan kanannya dipelukkan di pinggangku.Dengan posisi ini, wajahnya sudah sangat dekat dengan wajahku, sehingga nafasnya terasa menyembur ke arahku. Dengan posisi wajahnya yang sudah sangat dekat ini, perasaanku sudah semakin kacau dan penisku juga sudah semakin tegang, lalu tanpa kupikir panjang kulekatkan bibirku pelan-pelan di bibirnya, tetapi tanpa kuduga Nining langsung memelukku erat sambil berbisik,“Paakk..”, dan langsung saja dengan sangat bernafsu mencium bibirku dan tentu saja kesempatan ini tidak kusia-siakan.Sambil berciuman, kupergunakan tangan kiriku untuk mengusap-usap dahi dan rambutnya. Nining sangat aktif dan bernafsu serta melepaskan ciuman di bibir dan mengalihkan ciumannya ke seluruh wajahku dan ketika menciumi di dekat telingaku, dia membisikkan,“Paak…, sshh…, cepaatt…, Paakk…, toloong…, puasiinn…, am.., Paakk..,sshh”, setelah itu dia mengulum telingaku.Setelah aku ada kesempatan mencium telinganya, aku segera mengatakan,“Aamm…, kita pindahkan Dody di bawah…, yaa”, dan Nining langsung saja menjawab,
“Yaa…, paak”, dan segera saja aku melepaskan diri dan bangun menyusun batal di bawah dan kutidurkan dody di bawah.Selagi aku sibuk memindahkan Dody, kulihat Nining membuka pakaian dan BH-nya dan hanya tinggal memakai CD berwarna merah muda dan kulihat buah dadanya yang boleh dibilang kecil dan masih tegang, sehingga sulit dipercaya kalau dia sudah pernah kawin dan mempunyai anak. Aku langsung saja melepaskan semua pakaian termasuk CD-ku dan baru saja aku melepas CD-ku,langsung saja aku diterkam oleh Nining dan kembali kami berciuman sambil kubimbing dia ke tempat tidur dan kutidurkan telentang.“Ayoo…, Paak…”, kembali Nining berbisik di telingaku,
“Am…, sudah…, tidak tahaan…, paak”. Nining sepertinya sudah tidak sabar saja, ini barangkali karena dia sudah lama cerai dan tidak ada laki-laki yang menyentuhnya, tetapi permintaannya itu tidak aku turuti.Pelan-pelan kualihkan ciumanku di bibirnya ke payudaranya dan ketika kusentuh payudaranya dengan lidahku, terasa badannya menggelinjang dan terus saja kuhisap-hisap puting susunya yang kecil, sehingga Nining secara tidak sadar mendesah,“Sshh…, aahh…, Paakk.., aduuh…, sshh”,dan seluruh badannya yang berada di bawahku bergerak secara liar.Sambil tetap kijilati dan kuhisap payudaranya, kuturunkan CD-nya dan kupermainkan vaginanya yang sudah basah sekali dan desahannya kembali terdengar,“sshh…, aahh…, ayoo…, paak.., aduuh.., paak”, seperti menyuruhku untuk segera memasukkan penisku ke vaginanya.Aku tidak segera memenuhi permintaannya, karena aku lebih tertarik untuk menghisap vaginanya yang kembung menonjol dan tidak berbulu sama sekali.Segera saja kulepaskan hisapanku di payudaranya dan aku pindahkan badanku diantara kedua kakinya yang telah kulebarkan dahulu dan ketika lidahku kujilatkan di sepanjang belahan bibir vaginanya yang basah dan terasa agak asin, Nining tergelinjang dengan keras dan mengangkat-angkat pantatnya dan kedua tangannya mencengkeram keras di kasur sambil mendesah agak keras,“aahh…, Paakk…, adduuhh.., paak.” Aku teruskan jilatan dan hisapan di seluruh vagina Nining sambil kedua bibir vaginanya kupegangi dan kupermainkan, sehingga gerakan badan Nining semakin menggila dan tangannya sekarang sudah tidak meremas kasur lagi melainkan meremas rambut di kepalaku dan menekan ke vaginanya dan tidak lama kemudian terdengar Nining mengucap,
“Aaduuhh…, adduuh…, Paak…, aahh…, aduuh.., aahh.., paak”, dan badannya menggelepar-gelepar tidak karuan, lalu terdiam dengan nafas terengah-engah, tetapi dengan masih tetap meremasi rambutku.Aku hentikan jilatanku di vaginanya dan merayap keatas lalu kucium dahinya, sedangkan Nining dengan nafasnya yang masih terengah-engah menciumi seluruh wajahku sambil memanggilku,“Paakk…, paak”, entah untuk apa. Ketika nafas Nining sudah mulai agak teratur, lalu kutanya,
“aam.., boleh kumasukkan sekarang.., aam..”, Nining tidak segera menjawab hanya terus menciumi wajahku, tetapi tak lama kemudian terdengar suara pelan di telingaku,
“Paak…, pelaan…, pelaan…, yaa…, Paak”, dan dengan tidak sabar lalu kupegang batang penisku dan kugesek gesekan pada belahan vaginanya dengan sedikit kutekan dan ketika kuanggap pas di lubang vaginanya, segera kutekan pelan-pelan dan Nining sedikit mengeluh,
“Paak…, sakiit…, paak”.Mendengar keluhannya ini, segera kuhentikan tusukan penisku ke vaginanya. Sambil kucium dahinya, kembali ketekan penisku pelan-pelan dan terasa kepala penisku masuk sedikit demi sedikit ke lubang vaginanya dan lagi-lagi terpaksa gerakan penisku kuhentikan, ketika Nining mengeluh,“Adduuh…, paak..”. Setelah kudiamkan sebentar dan Nining tidak mengeluh lagi, kuangkat penisku keluar dari vaginanya dan kembali kutusukkan pelan-pelan, ketika penisku terasa masuk, kulihat wajah Nining hanya mengerenyit sedikit tetapi tidak ada keluhan, sehingga kembali kutusukkan penisku lebih dalam dan,
“Bleess..”, masuk disertai dengan teriakan Nining,
“Aduuh…, paak”, dan tangannya mencengkeram pantatku, terpaksa penisku yang sudah masuk sebagian kutahan dan kudiamkan di tempatnyaTidak lama kemudian, terasa tangan Nining menekan pantatku pelan-pelan dan kembali kutekan penisku sehingga sekarang sudah masuk semua dengan tanpa ada keluhan dari Nining.
“Aam…, masih sakiitt..?”, Tanyaku dan Nining hanya menggelengkan kepalanya pelan.Karena Nining sudah tidak merasakan kesakitan lagi, segera saja aku mulai menggerakkan penisku pelan-pelan keluar masuk vaginanya, sedangkan Nining hanya mengelus-eluskan tangannya di punggungku.Makin lama gerakan penisku kupercepat dan Nining mulai ikut menggerakkan pinggulnya sambil bersuara,“aahh…, sshh…, aahh…, aahh…, sshh…, teruus…, Paak”. Aku tidak menuruti permintaannya dan segera kuhentikan gerakan penisku dan kucabut keluar dari vaginanya dan Nining kelihatannya memprotes kelakuanku,
“Paak…, kenapaa..”. Aku tidak menjawab protesnya tetapi kubilang,
“aam…, coba sekarang Nining berbalik dan nungging”.Nining menuruti permintaanku tanpa protes dan setelah kuatur kakinya, secara pelan-pelan kutusukkan penisku ke dalam vaginanya dari belakang dan kutekan agak kuat sehingga membuat Nining berteriak kecil,
“aahh..”, dan segera kugerakkan penisku keluar masuk vaginanya dan Nining bersuara,
“aahh…, oohh…, aah…, ooh…, aahh”, seirama dengan kocokan penisku keluar masuk.Tidak lama kemudian kudengar keluhan Nining,“Paak…, aam…, capeek…, paak”, sambil terus menjatuhkan badannya tengkurap, sehingga penisku jadi lepas dari vaginanya.Langsung badan Nining kubalik telentang dan kembali kutancapkan penisku dengan mudah ke dalam vaginanya yang masih tetap basah dan kuayun keluar masuk, sehingga membuat Nining merasa keenakan dan mendesah,“aahh…, oohh…, sshh…, aahh…, ssh”, demikian juga aku.Setelah beberapa saat, lalu kuhentikan gerakan senjataku dan kubalik badanku sehingga posisi Nining sekarang berada di atas.“aam…, sekarang Nining yang maiin…, yaa…, biar aku juga enaak”, kataku.Mula-mula Nining hanya diam saja, mungkin malu tetapi lama-lama mulai mau menggerakkan pinggulnya ke atas dan ke bawah sehingga vaginanya menelan penisku sampai habis dan gerakannya semakin lama semakin cepat yang membuatku semakin keenakan,“aahh…, sshh…, aamm.., truus…, aam…, enaak.., aam”, dan Nining hanya mendesah,
“aahh…, oohh…, aahh..”. Karena gerakan Nining semakin cepat, membuatku semakin mendekati klimaks dan segera saja kukatakan,
“Aam…, sshh…, ayoo…, aam…, sayaa…, sudah mau keluaar.., cepaat.., aam”.
“Paak…, ayoo.., kita.., sama samaa”, katanya sambil mempercepat gerakan pinggulnya ke atas dan ke bawah dan akhirnya aku sudah nggak kuat menahan air maniku supaya tidak keluar dan,
“Aam…, sekaraang”, kataku cepat sambil kutekan pinggulnya kuat-kuat dan Nining hanya berteriak,
“aahh”, dan terus sama-sama terdiam dengan nafas terengah-engah.Kami berdua lalu tidur dengan penisku tetap masih berada di dalam vaginanya.Pagi harinya, ketika aku makan pagi ditemani oleh bu Tus sendiri dan Pak Tus katanya sedang ke kebun dan Nining sedang menyuapi anaknya di depan, bu Tus bertanya,“Paak…, apa benar…, suami saya…, akan di PHK?”.Aku jadi sangat terkejut dengan pertanyaan itu, karena setahuku belum ada orang lain yang kuberitahu, kecuali pimpinanku dan sekretaris yang kusuruh menyiapkan surat-surat.
“Buu…, lebih baik kita bicarakan dengan Bapak sekalian agar bisa tuntas.’
“Ayoo…, kita temui Bapak di kebun’ ajakku.Karena Pak Tus sudah tahu dan mungkin dari sekretaris kantor, lalu aku terangkan semuanya dan apa yang menjadi pertimbanganku dan yang lebih penting soal pesangonnya yang spesial dan cukup besar.Pada mulanya, di wajah Pak Tus kulihat ada perasaan kurang senang, tetapi setelah kuberikan penjelasan dan kuberitahu besar uang pesangonnya, Pak Tus dengan wajah berseri malah berbalik bertanya,“Paak…, kapan uang pesangonnya bisa diambil…, saya mau gunakan untuk kebun saya ini dan ditabung”.Aku jadi lega bisa menyelesaikan masalah ini dan sekaligus dapat vaginanya bu Tus dan Nining.Siangnya kami kembali ke Indramayu dan sesampainya di rumah mereka, Pak Tus mengatakan,“Paak…, jangan kapok…, ya paak”, dan kujawab,
“Paak…, pokoknya kalau Pak Tus ajak lagi…, saya akan ikut”, sambil aku melihat bu Tus yang tersenyum penuh arti.Pada hari Senin pagi kupanggil Sri sekretaris kantor yang pernah kusuruh mempersiapkan surat berhenti untuk pegawai-pegawai yang telah kupilih.Setelah Sri menghadap di kantorku, kumarahi dan kudamprat dia habis-habisan karena tidak bisa menjaga rahasia.Kuperhatikan wajah Sri yang ketakutan sambil menangis, tetapi apa peduliku dan saking kesalku, kusuruh dia untuk pulang dan memikirkan apa yang telah dilakukannya.Aku lalu meneruskan pekerjaanku tanpa memikirkan hal tadi.Malam harinya, dengan hanya mengenakan kaos singlet dan sarung, aku duduk di ruang tamu sambil melihat acara sinetron di salah satu stasion TV, tiba-tiba kudengar ada orang mengetuk pintu rumahku yang sudah kukunci.Aneh juga, selama ini belum ada tamu yang datang ke rumahku malam-mala, aku jadi sedikit curiga siapa tahu ada orang yang kurang baik, maklum saja di masa krisis seperti sekarang ini, tetapi ketika kuintip ternyata yang di depan adalah Sri.Hatiku yang tadinya sudah melupakan kejadian tadi siang, mendadak jadi dongkol kembali dan sambil kubukakan pintu, kutanya dia dengan nada dongkol,“Ngapain malam-malam ke sini”. Sri tidak menjawab tapi malah bertanya,
“Paak…, boleh saya masuk?
“Yaa…, sana duduk”, kataku dengan dongkol, sambil menutup pintu rumah.Sri segera duduk di sofa panjang dan terus menangis tanpa mengeluarkan kata-kata apapun.Aku diamkan saja dia menangis dan aku segera duduk di sampingnya tanpa peduli.Lama juga aku menunggu dia menangis dan ketika tangisnya agak mereda, dengan tanpa melihat ke arahku dan diantara suara senggukan tangisnya, Sri akhirnya berkata dengan nada penuh iba,“Paak…, maafkan Srii…, paak, saya mengaku salah…, paak dan tidak akan mengulangi lagi”, dan terus menangis lagi, mungkin karena tidak ada jawaban dariku.Lama sekali si Sri menangis sambil menutup mukanya dengan sapu tangan yang sudah terlihat basah oleh air matanya, lama-lama aku menjadi tidak tega mendengar tangisannya yang belum juga mereda, lalu kugeser dudukku mendekati Sri dan kuraih kepalanya dengan tangan kiriku dan kusandarkan di bahuku.Ketika kuusap-usap kepalanya sambil kukatakan,“Srii…, sudaah…, jangan menangis lagi…, Srii”, Sri bukannya berhenti menangis, tetapi tangisnya semakin keras dan memeluk pinggangku serta menjatuhkan kepalanya tepat di antara kedua pahaku.Dengan keadaan seperti ini dan apalagi kepala Sri tepat ada di dekat penisku yang tertutup dengan sarung, tentu saja membuat penisku pelan-pelan menjadi berdiri dan sambil kuusap punggungnya dengan tangan kiriku dan kepalanya dengan tangan kananku lalu kukatakan,“Srii…, sudah…, laah…, jangan menangis lagi”.Setelah tangisnya mereda, perlahan-lahan Sri menengadahkan kepalanya seraya berkata dengan isaknya,
“Paak…, maafkan…, srii…, yaa”, sambil kucium keningnya lalu kukatakan,
“Srii…, sudah.., laah…, saya maafkan…, dan mudah-mudahan tidak akan terulang lagi”. Mendengar jawabanku itu, Sri seperti kesenangan langsung memelukku dan menciumi wajahku berulangkali serta mengatakan dengan riang walaupun dengan matanya yang masih basah,
“Terima kasiih…, paak…, terima kasiih”, lalu memelukku erat-erat sampai aku sulit bernafas.
“Sudah.., laah…, Sri”, kataku sambil mencoba melepaskan pelukannya dan kulanjutkan kata-kataku.
“Gara-gara kamu nangis tadi…, aku jadi susah…”.
“Ada apa paak”, tanyanya sambil memandangku dengan wajah yang penuh kekuatiran.Sambil kurangkul lalu kukatakan pelan di dekat telinganya,“Srii…, itu lhoo…, gara-gara kamu nangis di pangkuanku tadi…, adikku yang tadi tidur…, sekarang jadi bangun”, kataku memancing dan mendengar jawabanku itu, Sri mencubit pinggangku dan berguman,
“iihh…, bapaak”, dan sambil mencium pipiku kudengar Sri agak berbisik di dekat telingaku,
“Paak…, Sri…, suruh…, tiduur…, yaa?”, seraya tangannya menyingkap sarungku ke atas dan menurunkan CD-ku sedikit sehingga penisku yang sudah tegang dari tadi tersembul keluar dan dengan dorongan tanganku sedikit, kepala Sri menunduk mendekati penisku serta,
“Huup..”, penisku hilang setengahnya tertelan oleh mulutnya.Sri segera menggerakkan kelapanya naik turun serta terasa lidahnya dipermainkan di kepala penisku sehingga membuatku seperti terbang di awang-awang,“Sshh…, aahh…, oohh.., Srii…, sshh…, aahh”, desahku keenakan tanpa sadar.
“Srii…, lepas sebentaar…, Srii…, saya mau lepas sarung dan CD-ku dulu..”, kataku sambil sedikit menarik kepalanya dan setelah keduanya terlepas, kembali Sri melahap penisku sambil tangannya sekarang mempermainkan buahku dan aku gunakan tanganku untuk meremas-remas payudara Sri dan sekaligus mencari serta membuka kancing bajunya.Setelah baju atas Sri berhasil kulepas dari tubuhnya, maka sambil kuciumi punggungnya yang bersih dan mulus, aku juga melepas kaitan BH-nya dan kulepas juga dari tubuhnya. Sementara Sri masih menggerakkan kepalanya naik turun, aku segera meremas-remas payudaranya serta kucium dan kujilati punggungnya, sehingga badan Sri bergerak-gerak entah menahan geli atau keenakan, tetapi dari mulutnya yang masih tersumpal oleh penisku terdengar suara,“Hhmm…, hhmm…, hhmm”.Dalam posisi seperti ini, aku tidak bisa berbuat banyak untuk membuat nikmat Sri, segera saja kukatakan,
” Srii…, sudah duluu…”, sambil menarik kepalanya dan Sri lalu kupeluk serta berciuman, sedang nafasnya Sri sudah menjadi lebih cepat.
“Srii…, kita pindah ke kamar…, yaa”, kataku sambil mengangkat Sri berdiri tanpa menunggu persetujuannya dan Sri mengikuti saja tarikanku dan sambil kurangkul kuajak dia menuju kamarku lalu langsung saja kutidurkan telentang di tempat tidurku.Segera kulepas singletku sehingga aku sudah telanjang bulat dan kunaiki badannya serta langsung kucium dan kujilati payudaranya yang terasa sudah lembek.Tapi…, ah.., cuek saja.Sambil terus kujilati kedua payudara Sri bergantian yang makin lama sepertinya membuat Sri semakin naik nafsunya, aku juga sedang berusaha melepas kaitan dan ritsluiting yang ada di rok nya Sri.Sementara aku menarik roknya turun lalu menarik turun CD-nya juga, Sri sepertinya sudah tidak sabar lagi dan terus mendesah,“Paak…, paak…, ayoo…, paak…, cepaat…, paak…, masukiin…, sshh”, dan setelah aku berhasil melepas CD dari tubuhnya, segera saja Sri melebarkan kakinya serta berusaha menarik tubuhku ke atas seraya masih tetap berguman,
“Paak…, ayoo…, cepaat.., Srii…, aah…, sudah nggak tahaan…, paak”. Aku turuti tarikannya dan Sri seperti sudah tidak sabar lagi, segera bibirku dilumatnya dan tangan kirinya berhasil memegang penisku dan dibimbingnya ke aah vaginanya.
“Srii…, aku masukin sekarang…, yaa”, tanyaku minta izin dan Sri cepat menjawab,
“Paak…, cepaat…, paak”, dan segera saja kutekan penisku serta,
“Blees..”, disertai teriakan ringan Sri,”aahh..”, masuk sudah penisku dengan mudah ke dalam vaginanya Sri.Sri yang sepertinya sudah tidak bisa menahan dirinya lagi, mendekap diriku kuat-kuat dan menggerakkan pinggulnya dengan cepat dan kuimbangi dengan menggerakkan penisku keluar masuk vaginanya disertai bunyi“Ccrreet…, creet.., crreet”, dari vaginanya mungkin sudah sangat basah dan dari mulutnya terdengar,
“oohh…, aahh…, sshh…, paak…, aah”.Gerakan penisku kupercepat sehingga tak lama kemudian gerakan badan Sri semakin liar saja dan berteriak,
“Adduuh…, paak…, aahh…, oohh…, aduuhh…, paak…, aduuhh…, paak”, sambil mempererat dekapannya di tubuhku dan merangkulkan kedua kakinya kuat-kuat di punggungku sehingga aku kesulitan untuk bergerak dan tak lama kemudian terkapar dan melepas pelukannya dan rangkuman kakinya dengan nafasnya yang memburu.Aku agak sedikit kecewa dengan sudahnya Sri, padahal aku juga sebetulnya sudah mendekati puncak, hal ini membuat nafsuku sedikit surut dan kuhentikan gerakan penisku keluar masuk.“Srii…, kenapa nggaak bilang-bilang…, kalau mau keluar”, tanyaku sedikit kecewa.
“Paakk.., jawab Sri dengan masih terengah engah,
“Sri…, sudah nggak…, tahaan…, paak..” Agar Sri tidak mengetahui kekecewaanku dan untuk menaikkan kembali nafsuku, aku ciumi seluruh wajahnya, sedangkan penisku tetap kudiamkan di dalam vaginanya.eeh, tidak terlalu lama terasa penisku seperti terhisap dan tersedot-sedot di dalam vaginanya.“Srii…, teruus…, Srii…, enaak…, teruuss…, Srii”, dan membuatku secara tidak sadar mulai menggerakkan penisku kembali keluar masuk, dan Sri pun mulai menggerakkan pinggulnya kembali.Aku semakin cepat mengerakkan penisku keluar masuk sehingga kembali terdengar bunyi,
“Ccrroot…, crreet…, ccrroot…, creet”, dari arah vaginanya.
“Srii…, Srii…, ayoo…, cepaat…, Srii”, dan seruanku ditanggapi oleh Sri.
“Paak…, iyaa…, paak…, ayoo”, sambil mempercepat gerakan pinggulnya.
“aahh…, sshh…, Ssrrii…, ayoo…, Srrii.., saya.., sudah dekaat srii.”
“Ayoo…, paak…, cepaatt…, sshh…, paak” Aku sudah tidak bisa menahan lagi dan sambil mempercepat gerakanku, aku berteriak
“Srrii…, ayoo…, Srrii…, sekaraang”, sambil kutusukan penisku kuat-kuat ke dalam vaginanya Sri dan ditanggapi oleh Sri.
“Paak…, ayoo…, aduuh…, aah…, paak”, sambil kembali melingkarkan kedua kakinya di punggungku kuat-kuat.Setelah beristirahat cukup lama sambil tetap berpelukan dan penisku tetap di dalam vaginanya, segera aku ajak Sri untuk mandi, lalu kuantar dia pulang dengan kendaraanku.Minggu depannya, aku berhasil melaksanakan PHK tanpa ada masalah, tetapi beberapa hari kemudian setelah pegawai-pegawai yang tersisa mengetahui besarnya uang pesangon yang diberikan kepada 5 orang ter-PHK, mereka mendatangiku untuk minta di-PHK juga. Tentu saja permintaan ini tidak dapat dipenuhi oleh pimpinanku.
Kisah Seks,Cerita Sex,Cerita Panas,Cerita Bokep,Cerita Hot,Cerita Mesum,Cerita Dewasa,Cerita Ngentot,Cerita Sex Bergambar,Cerita ABG,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Sedarah,Cerita Sex Tante,Cerita Sex Pasutri.
Duniabola99.com – foto cewek yang duduk diatas kursi gantung purih mengangkat gaunnya menampilkan memeknya yang tanpa bulu dan merah merakah dan juga menampilkan toketnya yang padat dan bulat.
Duniabola99.com – foto gadis cantik Giselle Leon manis megulum penis ayah tiriny yang gede dan memeknya yang berwarna pink berbulu tipis dicukur rapi dan temben disisi oleh air mani ayahnya yang banyak hingga tak muat menampung dan menetes netes.
Duniabola99.com – foto cewek toket padat pirang Kylie Quinn melepas baju dan celana dalamnya diatas ranjangnya sambil berpose pose.